Indonesia Berpotensi Defisit Gas
jpnn.com - JAKARTA - Potensi terjadinya defisit pasokan gas di beberapa wilayah Indonesia ternyata cukup tinggi. Terutama daerah padat penduduk yang biasa menjadi penggerak ekonomi. Direktur Gas PT Pertamina Hari Karyuliarto mengatakan, proyeksi neraca gas hingga 10 tahun mendatang masih diselimuti defisit.
Faktor yang mempengaruhi defisit adalah terbatasnya infrastruktur gas, sehingga wilayah yang surplus sulit membantu daerah defisit. Pada 2015 saja, defisit pasokan diperkirakan mencapai 837 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd).
"Suplai di beberapa wilayah Indonesia sebenarnya meningkat. Itu akan memperkecil selisih antara pasokan dan kebutuhan. Tapi yang jadi masalah adalah kebutuhannya ada di tempat lain. Itu yang harus dicari solusinya," ujarnya dalam Indonesia Energy Forum di Jakarta kemarin (25/6).
Dia menjelaskan, proyeksi neraca gas 2025 menyatakan wilayah yang membutuhkan gas merupakan daerah padat penduduk. Salah satunya Jawa Bagian Timur yang terdiri atas Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara. Defisit di daerah tersebut diperkirakan mencapai 499 mmscfd. Sedangkan defisit di Jawa Bagian Barat diproyeksi 1.270 mmscfd.
"Di sisi lain, wilayah-wilayah surplus di Indonesia pada 2025 ada di Kalimantan. Kelebihan pasokan diperkirakan mencapai 1.388 mmscfd. Kemudian surplus wilayah Papua bisa 806 mmscfd. Kalau semua itu bisa dipakai menutupi wilayah lain, total defisit paling hanya 249 mmscfd. Bahkan bisa surplus 462 mmscfd," ungkapnya.
Faktor vital untuk menyelesaikan hal tersebut adalah infrastruktur gas yang memadai. Namun, hal tersebut tak bakal terjadi jika sektor hulu, tengah, dan hilir migas tak bisa bersinergi. Hal tersebut bisa diselesaikan dengan konsep bisnis gas terintegrasi mulai upstream, midstream, dan downstream.
"Jika tiga sektor terkoordinasi dan terintegrasi, gas akan menjadi sumber energi yang tepat," ungkapnya.
Terkait impor gas yang dilakukan Pertamina, Hari meyakinkan hal itu tak akan mempengaruhi agenda pemanfaatan gas nasional. Kata dia, pihaknya sudah merancang portofolio gas impor cukup fleksibel. Dengan begitu, gas tersebut bisa dialihkan ke negara lain.
"Kalau tingkat produksi ternyata cukup dan impor tidak perlu dilakukan, kami bisa menjual lagi atau mengalihkannya ke negara lain. Kontrak impor kami itu jangka panjang dan punya fleksibiltas cukup. Intinya, mau impor atau produksi nasional yang pentig rakyat bisa menikmati gas dengan harga yang terjangkau," ungkapnya.
JAKARTA - Potensi terjadinya defisit pasokan gas di beberapa wilayah Indonesia ternyata cukup tinggi. Terutama daerah padat penduduk yang biasa menjadi
- Gelar Operasi Gempur II, Bea Cukai Ajak Masyarakat Berantas Rokok Ilegal
- Pegadaian 123 Go! Bersiap Meluas dengan Bank Emas
- Kadin Luncurkan White Paper, Strategi Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi 8%
- Hasil Uji Lab Lemigas Menyatakan Kualitas Pertamax Memenuhi Spesifikasi Dirjen Migas
- Dukung Swasembada Pangan nasional, PTPN Inisiasi Program PSR Intercropping Padi
- Begini Cara Bea Cukai Dorong UMKM Agar Berorientasi Ekspor