Indonesia Bisa Garap Pasar CPO di Asia dan Timur Tengah

Pentingnya menjajaki pasar non-tradisional dinilai penting karena produksi sawit Indonesia diperkirakan akan terus meningkat.
Itu seiring pembentukan direktorat yang khusus mengurus sawit di bawah Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian.
Direktorat ini digagas tak setelah Andi Nur Alam Syah ditunjuk sebagai Dirjen Perkebunan.
Fithra Faisal menambahkan, hambatan ekspor produk minyak sawit dan biofuel asal Indonesia bisa jadi bagus untuk pengembangan produk tersebut di dalam negeri. "Batasan itu bagus untuk ketersediaan di dalam negeri. Kita kan juga butuh untuk mengembangkan produk hilirnya," imbuhnya.
Kebijakan RED II yang diberlakukan Uni Eropa membuat batasan dan mengategorikan biofuel berbahan baku kelapa sawit sebagai high ILUC (indirect land use change) risk. Karena menyebabkan alih fungsi lahan atau ekspansi signifikan terhadap lahan dengan stok karbon tinggi ke area produksi.
Selain itu, Uni Eropa memberlakukan penghentian biofeul berbahan baku minyak kelapa sawit secara bertahap hingga 2030 atau yang disebutnya Phase Out 2030.
Uni Eropa juga menetapkan konsumsi penggunaan energi berbahan baku food and feed corps untuk transportasi tidak boleh melebihi tujuh persen sejak 2020. (flo/jpnn)
Indonesia berpotensi mengalihkan ekspor CPO ke negara lain, seperti negara-negara di Asia dan Timur Tengah.
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Kementan Gelar Forum Komunikasi Publik Standar Pelayanan RIPH
- Kementan Gelar Forum Komunikasi Publik Penerbitan Standar Pelayanan Produk PSAT
- Mentan: Pengamat Rugikan Negara Rp5 Miliar Bukan Sosok Asing, Guru Besar
- Pemerintah Diminta Cabut Moratorium Pengiriman Pekerja Migran Indonesia ke Timur Tengah
- Ceritakan Persahabatan Puluhan Tahun dengan Prabowo, Raja Yordania: Tak Terlupakan
- 5 Berita Terpopuler: Menanti Hasil Demo Honorer, Penanganan Guru Diambil Alih Pusat, Rusak!