Indonesia Butuh Teknokrat

Indonesia Butuh Teknokrat
Indonesia Butuh Teknokrat


Inflasi naik 11,35% pada tahun 2013 karena adanya kenaikan harga bahan pokok, termasuk beras.


Ini menjadi tanda bagi kegagalan kebijakan pangan. Indonesia diketahui sangat antusias dalam mengimplemetasikan pembatasan impor untuk produk pertanian demi melindungi petani lokal.


Namun, kebijakan tersebut tampaknya tidak diiringi dengan upaya-upaya yang langsung meningkatkan produksi pertanian lokal.


Hasil yang tak bisa dipungkiri adalah adanya kelangkaan pangan yang bisa membuat harga naik.


Pada saat yang sama, pendidikan di Indonesia performanya juga sangat menurun, meski anggaran sudah digenjot menjadi USD 30.4 miliar (atau 20% dari seluruh APBN) yang telah tersalurkan untuk tahun lalu.


Tahun 2013, sebuah kontroversi besar mencuat ketika diumumkan bahwa lewat kurikulum baru, anak-anak sekolah Indonesia akan menghabiskan lebih sedikit waktu mereka untuk belajar ilmu pengetahuan, Bahasa Inggris dan Teknologi Informasi (IT) dalam mendukung pembelajaran Bahasa Indonesia dan Agama, serta Pembelajaran Kemasyarakatan.


Sangat jelas, pertimbangan politik tidak dikelola dengan baik oleh orang Indonesia apalagi terkait dengan isu pertanian dan pendidikan.


Ini hanyalah dua contoh kebijakan yang Indonesia harus perhatikan di bawah pelaku pemerintahan yang mumpuni dan jujur.

PADA 31 Januari 2014, Gita Wirjawan yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan mengejutkan banyak pihak dengan pengunduran dirinya. Ini dilakukannya

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News