Indonesia Dinilai Terlalu Terburu-buru Mengakhiri Status Pandemi
jpnn.com, JAKARTA - Epidemiolog dari Griffith University Australia, sekaligus peneliti Keamanan dan Ketahanan Kesehatan Global, Dicky Budiman optimistis pandemi Covid-19 bisa dinyatakan berakhir pada kuartal pertama 2023.
Namun, kata dia, kemungkinan tersebut hanya bisa tercapai asalkan jumlah kasus positif Covid-19 tidak mengalami pelonjakan.
Selain itu, vaksinasi ketiga atau booster juga harus terus digencarkan hingga mencapai90 persen sebelum pandemi ini dinyatakan berakhir.
Dicky memprediksi lonjakan kasus Covid-19 bakal terjadi hingga akhir Januari 2023 akibat banyaknya subvarian baru Omicron yang menyebar.
"Sangat mungkin naik hingga Januari 2023, karena saat ini gelombang yang terjadi disebabkan lebih dari satu subvarian,” kata Dicky, dalam keterangannya, Senin (28/11).
Meski demikian, akhir status pandemi bukan berarti virus Covid-19 tidak ada sama sekali. Epidemiolog UGM dr Riris Andono Ahmad, MPH., Ph.D., mengatakan virus tersebut akan tetap ada, tetapi tingkat keparahannya tak lagi jadi ancaman serius.
Oleh karena itu, instruksi Presiden Jokowi yang meminta Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin untuk berkonsultasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai status pandemi COVID-19 pada Oktober lalu dianggap terlalu terburu-buru.
Hingga saat ini, kebijakan mitigasi COVID-19 dan juga perilaku masyarakat Indonesia masih dinilai kurang siap untuk menyambut berakhirnya status pandemi.
Pakar menilai Indonesia terlalu terburu-buru soal akhir status pandemi Covid-19. Simak selengkapnya
- Usut Kasus Korupsi di Kemenkes, KPK Periksa Dirut PT Bumi Asia Raya
- AHF Indonesia Dorong Peran Asia dalam WHO Pandemic Agreement
- Kasus Korupsi Proyek APD Covid-19, KPK Jebloskan Pengusaha Ini ke Sel Tahanan
- Korupsi Insentif Nakes RSUD Palabuhanratu, Polda Jabar Tangkap 3 Tersangka Baru
- Korupsi Pengadaan Masker Covid-19 di NTB, Kerugian Negaranya
- Menkes Sebut Virus Mpox atau Cacar Monyet Tidak Mengkhawatirkan seperti Covid-19