Indonesia Perlu Dua Macam Bantuan
Menunggu Kepemimpinan Kungfu Panda
Senin, 24 November 2008 – 02:22 WIB
Peru (artinya ”akbar”) adalah negeri asal usul kentang. Juga negara penghasil ikan terbesar dunia karena lautnya jadi pertemuan arus panas dan dingin yang membuat suburnya plankton, makanan utama ikan. Pertemuan puncak APEC di Peru menjadi akbar bukan karena harga kentang juga merosot, melainkan sekali lagi para kepala negara membicarakan krisis global yang semula sebenarnya tidak diagendakan. Tapi, Dahlan Iskan yang sedang berada di Peru tetap merasa panas dingin, seperti di pertemuan arus, oleh nilai tukar rupiah yang mengkhawatirkan. Berikut catatannya: Lalu masih ada lagi yang datang dari hasil ekspor berbagai macam komoditas. Apalagi, harga komoditas waktu itu luar biasa tinggi. Mulai kelapa sawit, batu bara, kakau, karet, nikel, dan seterusnya. Kini tidak banyak lagi pembeli komoditas itu. Jumlah ekspor kita tidak saja menurun, tapi nilai ekspor juga merosot karena harga komoditas itu rata-rata turun lebih 50 persen. Ini saya sebut kelompok kedua.
SELAMA tidak ada dolar masuk ke Indonesia dalam jumlah yang seimbang dengan yang keluar, selama itu pula nilai rupiah akan terus merosot. Inilah persoalan yang dihadapi semua negara: semua dolar ”pulang” dari mana-mana ke rumah asalnya: Amerika Serikat.
Baca Juga:
Sebelum krisis, banyak sekali dolar masuk ke Indonesia. Misalnya, untuk membeli saham-saham di pasar modal Jakarta, dipinjamkan ke berbagai perusahaan dalam negeri, diinvestasikan di berbagai bidang usaha, dan dibelikan obligasi (surat utang) negara atau swasta. Ini saya sebut kelompok pertama.
Baca Juga: