Indonesia Re Bahas Strategi Asuransi dalam Mitigasi Perubahan Iklim

Sementara itu, Head of Forest Protection Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Bambang Hero menuturkan dampak perubahan iklim dan kebakaran hutan terjadi di berbagai negara, termasuk Kanada, Korea Selatan, serta Indonesia, khususnya di Kalimantan dan Sumatra.
Padahal, rehabilitasi lahan terbakar sangat sulit, karena minimnya pengawasan, keterbatasan regulasi, serta anggaran yang terbatas.
“Banyak regulasi yang justru bertentangan satu sama lain, sehingga penegakan hukum menjadi tidak efektif,” kata Profesor Bambang.
Senada, Senior Policy Analyst in Climate Fiscal & Finance Kementerian Keuangan Noor Syaifudin bilang bahwa pentingnya respons kebijakan fiskal dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.
“Pemerintah Indonesia telah mengembangkan berbagai instrumen keuangan hijau, seperti green sukuk dan climate finance, untuk mendukung proyek ramah lingkungan dan menekan laju emisi karbon,” tuturnya.
Expert Researcher Badan Riset & Inovasi Nasional (BRIN) Dr. Woro Estiningtyas menyoroti pentingnya riset dan teknologi dalam memahami pola risiko bencana akibat perubahan iklim.
Salah satu strategi yang diusulkan adalah implementasi asuransi pertanian sebagai bentuk pelindungan bagi petani terhadap risiko gagal panen akibat cuaca ekstrem.
Asuransi pertanian di Indonesia disebut telah diinisiasi sejak 1982 dan berkembang hingga saat ini.
Indonesia Re Institute melalui iLearn Program meningkatkan wawasan dan kesadaran akan dampak perubahan iklim.
- Hari Bumi, Siswa SIS SJ Diajak Ikut Atasi Perubahan Iklim Sejak Dini
- Desa Mukti Sari Memanfaatkan Limbah Ternak untuk Kemandirian Energi
- NEC Indonesia Laporkan Dampak Positif Penanaman 6.250 Pohon bagi Lingkungan
- Sukses Bangun Inovasi, Tugu Insurance Sabet Penghargaan Bergengsi
- JRP Insurance Beri Santunan untuk Keluarga Korban yang Terseret Ombak di Parangtritis
- Asuransi Kitabisa Raih Penghargaan dari OJK