Indonesia Tidak Boleh Gagap Hadapi Radikalisme dan Terorisme
Menurut Mahfud, memperjuangkan semua ide pembentukan hukum di Indonesia harus diolah dalam proses legislasi.
Dalam proses legislasi itu bertemulah ide kejawen, Jawa, Hindu dan lain-lain sehingga muncul hukum nasional.
"Bernegara itu wajib hukumnya karena untuk melaksanakan perintah agama dengan baik orang harus punya negara. Kalau ingin beribadah dengan baik tapi tidak ada negara, tidak bisa. Sehingga bernegara itu wajib sebagai syarat awal, tapi sistemnya itu tidak diajarkan. Artinya sistemnya beda-beda boleh," kata Mahfud.
Sementara itu, Ketua ICMI DIY Herry Zudianto mengatakan, saat ini Indonesia masih gagap mengambil langkah-langkah antisipasi menghadapi radikalisme.
"Kita punya tanggung jawab ketika bicara radikalisme maupun terorisme," kata mantan wali kota Yogyakarta tersebut.
Rektor UWM Yogyakarta Edy Suandi Hamid berpendapat, antisipasi sebenarnya harus bisa dilakukan sejak dini, baik di lembaga pendidikan formal maupun rumah.
Untuk itu, perlu dibuka ruang dialog bagi mereka yang tengah mencari jati diri.
"Jadi, ketika masuk (lembaga-lembaga pendidikan) langsung kita edukasi, nilai-nilai luhur Indonesia kita masukkan sebelum paham-paham lain masuk ke pola pikir mereka," ujar Edy.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD secara tegas menolak konsep negara khilafah diterapkan di Indonesia.
- BNPT Dorong Kolaborasi Multipihak untuk Cegah Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme
- Peringati Hari Pahlawan, Yayasan Gema Salam Wujudkan Semangat Nasionalisme
- Datangi Indekos, Densus 88 Antiteror Lakukan Tindakan, Apa yang Didapat?
- BNPT Beri Perlindungan Khusus Kepada Anak Korban Terorisme
- Irjen Eddy Hartono Jadi Kepala BNPT, Sahroni Minta Lanjutkan Pencapaian Zero Terrorist Attack
- Densus 88 Tangkap 2 Terduga Teroris Jaringan JAD di Bima