Indonesia Tunda Komitmen Iklim di COP 29 Azerbaijan, Aktivis Lingkungan Bereaksi
Setahun kemudian, dokumen ketiga menyusul yakni Enhanced NDC. Di dalam dokumen 2022 tersebut, Indonesia meningkatkan ambisi pengurangan emisi dari 29 persen menjadi 31,89 persen dengan upaya sendiri dan dari 41 persen menjadi 43,2 persen dengan dukungan internasional.
Perundingan Dana Alot, Penyikapan HAM Tak Terlihat
Konferensi tahunan perubahan iklim di Baku saat ini menitikberatkan pada sektor pendanaan. Negara-negara berkembang, yang mengalami dampak langsung perubahan iklim, menuntut negara maju memberi dana lebih besar.
Negara-negara maju di benua Amerika dan Eropa adalah penghasil emisi terbesar yang berujung pada pemanasan bumi dan perubahan iklim.
Target pendanaan publik dan investasi terbaru, di bawah nama New Collective Quantified Goal on Climate Finance atau NCQG, jadi makin besar.
Kini jumlahnya menjadi USD 300 miliar per tahun, dari yang sebelumnya sepertiganya di USD 100 miliar per tahun.
Ada yang mengatakan dana yang diperlukan sesungguhnya mencapai USD 1 triliun per tahun.
Dari berbagai perundingan terkait transisi energi yang ia ikuti, Syaharani, Plt. Kepala Divisi Tata Kelola Lingkungan dan Keadilan Iklim Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) mengatakan pada Kamis (21/11), perundingan berlangsung alot. Ada perbedaan prioritas yang tajam antara negara maju dan negara berkembang.
Indonesia menunda peluncuran komitmen penurunan emisi karbon terbaru melalui dokumen Second Nationally Determined Contributions (NDC)
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Kadin dan Pemerintah Indonesia Berpotensi Dapatkan Pendanaan untuk Transisi Energi & Rumah Murah dari Inggris
- 5 Langkah Utama untuk Capai Emisi Net Zero di Sektor Tenaga Listrik
- ICEBM Untar 2024 jadi Sarana Percepatan Pencapaian SDGs untuk Semua Sektor
- Menko Perekonomian Ungkap Potensi Baru Dukungan Transisi Energi untuk Indonesia
- APP Group Tegaskan Dukungan Pengelolaan Mangrove Berkelanjutan di COP 29 Azerbaijan