Industri Baja Lokal Kewalahan Hadapi Gempuran Tiongkok
jpnn.com, JAKARTA - Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (Indonesian Iron and Steel Industry Association/IISIA) berharap pertumbuhan konsumsi baja pada tahun ini mencapai tujuh persen.
Angka itu setara dengan 14,5 juta ton jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Executive Director IISIA Hidayat Triseputro menyatakan, tantangan terbesar industri baja tanah air saat ini adalah derasnya impor dengan harga yang cenderung tidak wajar.
Selain itu, engendalian impor juga belum optimal. Menurut dia, impor melaju deras karena harga baja Tiongkok memang jauh lebih murah.
Sebab, Tiongkok merupakan produsen baja terbesar dunia dengan biaya produksi yang ditopang pemerintah.
’’Nah, untuk bisa mencapai target pertumbuhan baja dalam negeri, utilisasi kapasitas nasional harus dioptimalkan. Sebab, sebenarnya utilisasi kapasitas industri baja kita saat ini masih stagnan. Yaitu, 50–60 persen,’’ ungkap Hidayat, Senin (2/4).
Dia menuturkan, utilitas kapasitas pabrikan baja dalam negeri hanya bisa optimal ketika impor dapat terkontrol dengan baik.
’’Sebab, produksi tidak akan bisa berjalan maksimal selama masih terhambat produk impor yang terus membanjiri pasar domestik,’’ ujar Hidayat.
Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (Indonesian Iron and Steel Industry Association/IISIA) berharap pertumbuhan konsumsi baja pada tahun ini tujuh persen
- Halaman Belakang
- WNA China Tewas Kecelakaan di Sungai Musi, Dokter Forensik Ungkap Temuan Ini
- Bertemu Pengusaha RRT, Presiden Prabowo: Kami Ingin Terus Bekerja Sama dengan China
- Temui Para Taipan Tiongkok, Prabowo Amankan Investasi Rp 156 Triliun
- Titik Pulang
- Bertemu Zhao Leji, Prabowo Tegaskan Komitmen Pererat Hubungan Indonesia-Tiongkok