Industri Energi Terbarukan Diperkirakan Makin Baik Tingkat Keandalannya
Namun, perlu diingat juga Lebih dari 90 persen energi kita dari fosil terutama dari batu bara.
Batu bara meningkat sangat signifikan beberapa tahun terakhir dari 15 persen menjadi 60 persen. Fosil sebagian besar kita impor. Ini menjadi tantangan terutama dengan keterbatasan kita dari sisi dana dan SDM.
Energi terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) mampu mengurangi banyak emisi karbon.
Misalnya, PLTA Batang Toru berkapasitas 510 MW di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara diatur untuk berkontribusi pada pengurangan emisi karbon sekitar 1,6 juta ton per tahun atau setara dengan kemampuan 12 juta pohon menyerap karbon.
Data dari Direktorat Jenderal EBTKE menunjukkan bahwa penurunan CO2 dari sektor energi sebesar 64,4 juta Ton CO2 dari target 58,0 juta Ton CO2.
Itu dicapai melalui pemanfaatan EBT 53%, penerapan efisiensi energi 20%, penggunaan bahan bakar fosil rendah karbon 13%, pemanfaatan teknologi pembangkit bersih 9% dan kegiatan reklamasi pasca tambang 4%.
Capaian penurunan emisi GRK sektor ESDM ini merupakan wujud komitmen nasional dalam penurunan emisi sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to UNFCCC dan Perpres No 61 Tahun 2011 tentang RAN-GRK.(chi/jpnn)
Hingga kini PLTA masih menjadi tulang punggung pertumbuhan energi terbarukan di Indonesia.
Redaktur & Reporter : Yessy
- Bertambah Lagi, Desa Energi Berdikari Pertamina Hadir di Indramayu
- Electricity Connect 2024 Siap Jadi Sarana Solusi Inovatif untuk Tantangan Transisi Energi Bersih
- Prabowo: Indonesia Dukung Energi Terbarukan & Pengurangan Emisi Karbon
- Bank Mandiri Tegaskan Komitmen Dorong Ekonomi Berkelanjutan di COP 29 Azerbaijan
- Bantu Tekan Emisi Karbon, Sanf & Asuransi Astra Tanam 600 Pohon di Penajam Paser Utara
- Eksplorasi dan EBT Jadi Solusi Ketahanan Energi