Industri Hasil Tembakau Hanya Dijadikan Sapi Perah oleh Pemerintah?

Akibatnya, justru kenaikan cukai tak berdampak positif sesuai tujuannya.
Hingga saat ini, kata Enny, kenaikan cukai malah menyakiti industri, kemudian dinilai gagal menurunkan prevalensi perokok.
Bappenas mencatat pada 2019, diharapkan prevalensi merokok anak usia 10-18 tahun sebesar 5,4%, namun yang terjadi mengalami peningkatan menjadi 9,1%.
"Dengan penerapan cukai yang eksesif malah produksi turun, namun prevalensi tetap tak berkurang," katanya dalam kesempatan yang sama.
Enny juga mencatat kenaikan cukai juga merugikan negara. Pasalnya, produksi menurun namun konsumsi tetap meningkat dengan rokok ilegal kini menjadi pilihan di tengah harga rokok yang naik.
Ketika harga rokok legal naik dna daya beli masyarakat menurun, sehingga permintaan rokok ilegal malah meningkat.
Artinya, menurunkan prevalensi tak tercapai, padahal persoalannya bukan terhadap rokok legal.
Menurut Enny kerugian akibat rokok ilegal pada 2020 sebesar Rp4,38 triliun, jika diestimasikan lewat data penindakan DJBC sebesar 5%.
Industri hasil tembakau (IHT) selalu diklaim sebagai penyebab kematian terbesar menurut hasil riset yang dilakukan oleh kelompok anti tembakau.
- Dampingi Komisi XI DPR saat Reses di Pasuruan, Dirjen Bea Cukai Askolani Sampaikan Ini
- Peredaran Rokok Polos Gerus Penerimaan Negara, Komisi XI DPR Berkomitmen Lakukan Hal Ini
- Bea Cukai Serahkan Tersangka & Barang Bukti 1,1 juta Batang Rokok Ilegal ke Kejaksaan
- Bea Cukai Yogyakarta Terbitkan NPPBKC untuk Perusahaan Pengolahan TIS Baru di Sleman
- Edukasi Penggunaan Produk Tembakau Alternatif Penting Dilakukan
- Bea Cukai Malang Ajak Satlinmas dan Masyarakat Gempur Rokok Ilegal Lewat Kegiatan Ini