Industri Hasil Tembakau Merugi, Penerimaan Negara Bakal Terancam
Untuk itu, Andry mendorong aturan-aturan tersebut untuk ditelaah kembali dengan memastikan pelibatan seluruh pihak, termasuk pemangku kepentingan yang terdampak.
"Karena lebih jauh, situasi ini akan berdampak pada turunnya permintaan produk legal sebesar 42,09 persen," ucapnya.
Hal ini pun akan membawa efek domino terjadinya penurunan produksi, yang dapat berujung pada penurunan cukai negara hingga terkikisnya peluang lapangan kerja.
Menurut Andry, berdasarkan kalkulasi INDEF jika kemasan polos diterapkan, penerimaan cukai akan hilang sebesar Rp 96 triliun.
Pelengkapan pita cukai yang dilekatkan sebagai pembeda legal dan ilegal juga akan berubah menjadi memutar karena tidak boleh menutupi gambar akan menjadi celah terhadap produsen rokok ilegal.
"Penerimaan negara bisa hilang dari sana. Rokok ilegal murah, menjadi pilihan,” kata Andry.
Selain itu, situasi ketenagakerjaan di masa ini juga perlu menjadi perhatian pemerintah.
Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan, jumlah masyarakat yang mengalami pemutusan hubungan kerja hingga September 2024 mencapai hampir 59.000.
Riset IDEF mencatat dampak ekonomi yang hilang karena dampak dari pasal-pasal bermasalah yang tercantum di PP Kesehatan dan wacana pengesahan RPMK Tembakau
- Bea Cukai Parepare Musnahkan Jutaan Barang Ilegal, Nilainya Fantastis
- Bea Cukai dan Pemda Bersinergi, Kembangkan Industri Hasil Tembakau di Jawa Timur
- INDEF Menyoroti Rencana Kenaikan PPN & Makan Bergizi Gratis, Mengkhawatirkan
- Penundaan Kenaikan Cukai Rokok Dinilai Mengancam Kesehatan Masyarakat
- Tanggapi Polemik Rancangan Permenkes Kemasan Seragam, DPR: Lindungi Tenaga Kerja dan Petani Tembakau
- Soal Kemasan Rokok Polos, Pemerintah Dinilai Bakal Kesulitan Mengawasi & Identifikasi Produk