Industri Kecil Terancam Bangkrut akibat Ratifikasi FCTC
Salamudin menjelaskan, proyek global anti tembakau telah muncul sejak awal tahun 1990-an dan menjadi agenda resmi organisasi kesehatan dunia WHO yang meluncurkan proyek prakarsa bebas tebakau 1998.
Dia menjelaskan, FCTC masuk ke dalam hukum nasional negara melalui ratifikasi menjadi UU dan menyusup ke dalam UU sektoral di banyak negara. Proyek anti tembakau sebagian besar dibiayai perusahaan farmasi multinasional seperti Pharmacia & upjhon, Novartis, Glaxo wellcome yang sangat aktif mendani WHO melalui proyek parakarsa bebas tembakau.
Proyek ini memperoleh dukungan dari badan-badan dunia lainnya seperti IMF, World Bank, badan-badan dibawah PBB lainnya, LSM bloomberg Initiatives dan kalangan universitas.
Dia mengingatkan, bagi perusahaan multinasional atau pemerintahan negara-megara maju, adopsi atau ratifikasi FCTC tidak akan banyak membawa pengaruh terhadap ekspansi bisnis, mengingat perusahaan multinasional dan negara-negara maju memiliki instrument perlindungan Internasional yang lain yang mungkin dapat digunakan secara efektif untuk mendukung operasi mereka secara internasional, regional. (esy/jpnn)
JAKARTA--Kementerian Kesehatan diminta tidak ngotot meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) WHO. Menurut peneliti Indonesia for
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Kementerian BUMN Setorkan Dividen ke Negara Rp 85,5 Triliun, Optimistis Meningkat 2025
- Pertamina Temukan Sumur MNK, Peneliti: Bagus, Ini Upaya untuk Tingkatkan Produksi
- Mendes Yandri Optimistis Desa Mampu Penuhi Bahan Baku Protein Program Makan Bergizi Gratis
- Kembangkan Bisnis, Anak Usaha ABMM Akuisisi Perusahaan Logistik Global Asal Prancis
- Ninja Xpress Bagikan 4 Strategi untuk Atasi Tantangan di Industri Ritel F&B
- Sinergi dengan Polri & TNI, Bea Cukai Tingkatkan Pengawasan di 3 Wilayah Ini