Industri Mamin Berpotensi Alami Penurunan PPN Rp 230 Miliar

Dia menambahkan, penerapan BMAD menjadikan industri mamin yang mayoritas merupakan perusahaan kecil dan mikro akan dirugikan dalam hal penurunan permintaan serta penyerapan tenaga kerja.
"Penyerapan tenaga kerja merupakan persoalan potensial yang menjadi isu besar di tahun politik," kata Piter.
Sementara itu, juru bicara Forum Lintas Asosiasi lndustri Makanan dan Minuman (FLAIMM) Rachmat Hidayat mengatakan, saat ini para pelaku industri juga menggunakan PET produksi dalam negeri. Namun, stok dalam negeri tidak mencukupi.
"Kebutuhan PET 200 ribu ton per tahun. Sebanyak 55 hingga 60 persen masih harus diimpor. Harga impor itu ikuti harga dunia kisaran USD 1.600 per ton," kata Rachmat.
Menurut Rachmat, kebutuhan akan PET harus dipenuhi karena kontribusinya cukup besar untuk industri mamin.
“Masalahnya, kami harus menggunakan itu (PET). Enggak ada alternatif lain selain PET," ujar Rachmat.
Para pelaku industri dalam negeri terpaksa harus melakukan impor. Sebab, PET produksi dalam negeri sebagian besar justru malah diekspor dengan harga jauh lebih murah dengan harga beli PET impor.
"Logikanya, kami enggak akan impor kalau ada di dalam negeri kalau kualitas dan harganya relatif sama. Namun, pertimbangan membeli enggak hanya harga, tetapi juga kualitas lalu juga kepastian keandalan," kata Rachmat. (jos/jpnn)
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menjelaskan, industri makanan dan minuman (mamin) menghadapi dua tantangan berat.
Redaktur & Reporter : Ragil
- Hadiri HUT ke-1 Parle Senayan, Bamsoet Bicara Potensi Industri Makanan dan Minuman
- Misinformasi Soal Kenaikan PPN Dikhawatirkan Malah Bisa Menaikkan Harga
- Pengamat: Prabowo Bisa Mengajukan Penundaan PPN 12 Persen dalam APBNP 2025
- Perlu Political Will Prabowo untuk Menunda PPN 12 Persen Melalui APBNP
- Jubir PSI: PDIP Pengusul PPN 12%, Sekarang Mau Jadi Pahlawan Kesiangan
- JAMAN: Masih Ada Celah di Undang-Undang untuk Tidak Naikkan PPN 12 Persen