Ingat Boss, Lupa Grotius

Ingat Boss, Lupa Grotius
Ingat Boss, Lupa Grotius

Jika tak dilakukan, peluang korupsi selalu terbuka oleh mereka yang memiliki kekuasaan. Adapun kekuasaan tak hanya sebatas mereka yang duduk di pemerintahan, kalangan DPR, jaksa, hakim dan polisi. Tetapi juga oleh para pengusaha swasta karena kepentingan bisnisnya.

Para pengacara, karena profesinya, juga terbuka peluang untuk memasuki soal non-teknis, misalnya karena permintaan kliennya. Termasuk kalangan jurnalis media maupun tokoh civil society, yang jika menyalahgunakan posisinya, bisa terjerumus ke dalam "permainan" yang merugikan kepentingan umum itu.

Kita terbayang jaring laba-laba korup yang menyebar mulai dari aktor eksekutif hingga ke personal parlemen, pengusaha, penegak dan praktisi hukum, aktor masyarakat, hingga oknum jurnalis. Jaringan antar-profesi dan orang, kadang juga melibatkan institusi ini harus diputus. Sebab bila tidak, maka korupsi sebagai kejahatan extraordinary semakin terorganisasi dan sukar membasminya.

Masing-masing institusi harus berani membersihkan diri. Kita menunggu lebih banyak lagi jumlah mereka yang ditindak dari kelompoknya. Misalnya, ada jurnalis dipecat karena memeras, hakim bengkok yang disoal oleh Komisi Yudisial, hingga polisi dan jaksa yang dipersoalkan oleh Komisi Kejaksaan dan Komisi Kepolisian.

SAYA terperanjat mengapa nama Hugo Grotius, atau Huig de Groot atau Hugo de Groot (1583-1645), disebut-sebut Rocky Gerung ketika berdebat dengan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News