Ingat! Jumlah Siswa Putus Sekolah Bisa Melonjak

Perempuan yang akrab dipanggil Menik itu sudah punya bayangan susahnya menyekolahkan Fazira jika SMK tidak lagi gratis.
Selain Fazira, anak pertamanya bersekolah di SMK Wahid Hasyim, Sidotopo. Menik harus membayar Rp 125 ribu hingga Rp 180 ribu per bulan.
"Itu pun sudah dikurangi setengah karena saya pakai SKTM (surat keterangan tidak mampu, Red)," tutur Menik.
Menik setiap bulan hanya mampu menghasilkan Rp 200 ribu dari pekerjaan tidak tetap.
Kalau biaya pendidikan SMA/SMK tidak gratis tahun depan, Menik harus menanggung beban dobel. "Saya tetap harus bisa lanjutkan (sekolah, Red) Fazira sampai selesai," katanya.
Menurut Maliki dari Satgas Ikatan Pekerja Sosial Kecamatan (IPSM) Simokerto, di Rusunawa Sumbo terdapat hampir seratus siswa yang bersekolah di SMA/SMK. Separonya besekolah di SMA dan SMK negeri. "Berarti ada puluhan anak di lingkungan ini yang terancam putus sekolah," kata Maliki.
Di antara warga rusunawa (rumah susun sederhana sewa) tersebut, tidak ada yang berpenghasilan besar.
Penghasilan paling besar Rp 1 juta bagi mereka yang bekerja di pabrik.
"Sisanya tidak tetap," terang dia.
SURABAYA - Peralihan pengelolaan SMA/SMK ke provinsi sudah menghitung hari. Tinggal 12 hari lagi. Namun, hingga kini belum ditemukan cara agar Surabaya
- Mendikdasmen Ungkap Pesan Penting Prabowo soal Kualitas Pendidikan Dasar
- Universitas Terbuka Luluskan 29 PMI di Korea Selatan
- Wamen Fauzan: Era Kolaborasi, Kampus Harus Bersinergi dengan Pemda
- Untar dan KSU Perkuat Kerja Sama Global Lewat Konferensi Dunia & Bertemu Presiden Taiwan
- Guru Sekolah Rakyat dari PNS & PPPK, Diusulkan Kepala Daerah
- Kemdiktisaintek Membuka Peluang Sarjana Kuliah S2 Setahun, Lanjut Doktoral