Inggris Terpaksa Ikut Pemilu Eropa
jpnn.com, LONDON - Perdana Menteri Theresa May kembali meminta perpanjangan hingga 30 Juni. Permintaan yang sudah pernah ditolak Uni Eropa itu datang dengan satu tambahan. Bahwa Inggris bersedia ikut serta dalam pemilihan parlemen Uni Eropa pada 23 Mei mendatang.
May terpaksa banting setir. Beberapa minggu lalu, dia mengatakan bahwa Inggris seharusnya tak ikut dalam pemilu Eropa. Sebab, hal itu hanya akan menjadikan perwakilan Inggris sebagai mayat hidup di lembaga tersebut.
Namun, BBC mengabarkan bahwa gedung serbaguna desa dan sekolah di seluruh penjuru Inggris sudah di-booking pada 23 Mei nanti. Gedung-gedung tersebut bakal dijadikan tempat pemungutan suara bagi rakyat Inggris untuk memilih anggota parlemen Eropa.
"Pemerintah Inggris harus mempersiapkan untuk kemungkinan ini," ujar May dalam suratnya kepada Presiden Dewan Eropa Donald Tusk kemarin, Jumat (5/4) menurut AFP.
Perempuan 62 tahun itu menegaskan, pemerintah Inggris bisa saja tak mengikuti pemilihan. Asal, parlemen bisa menyetujui proposal Brexit. Atau setidaknya menentukan opsi mana yang ingin ditempuh. Namun, kemungkinan untuk mencapai kesepakatan hingga tenggat baru 12 April nanti sangat kecil.
Mewujudkan permintaan itu juga tak gampang. Politisi yang jadi kandidat tak akan senang berkampanye sebagai utusan di lembaga yang bakal ditinggalkan cepat atau lambat. "Bagaimana saya harus berbicara kepada konstituen dengan kondisi seperti ini," keluh Ashley Fox, perwakilan Inggris di parlemen Eropa saat ini.
Fox memperkirakan bahwa partainya, Partai Konservatif, bakal jadi sasaran jika memang Inggris mengikuti pemilu Eropa. Dia memperkirakan Konservatif di Eropa bakal berkurang setengahnya dalam pemilu kali ini. "Hasilnya bisa lebih buruk jika anggota kami memutuskan tak mau jadi mayat hidup di Eropa," imbuhnya.
Sehari sebelumnya, Donald Tusk dikabarkan mengusulkan kebijakan flextension. Akar katanya adalah flexible (lentur) dan extension (perpanjangan). Dalam kebijakan itu, Eropa bakal memberikan waktu setahun bagi Inggris untuk mencapai kesepakatan.
Perdana Menteri Theresa May kembali meminta perpanjangan tenggat waktu Brexit hingga 30 Juni
- Demi Anak-Anak, Inggris Bakal Larang Vape Sekali Pakai Tahun Depan
- Apkasindo dan TSIT Jalin Kerja Sama Menyiapkan Petani Sawit Indonesia Hadapi EUDR
- Emmanuel Macron Sebut Uni Eropa Perlu Mempertimbangkan Kembali Hubungan dengan Rusia
- Inikah Isyarat Liam Gallagher soal Album baru Oasis?
- Uni Eropa & ChildFund International Ajak Masyarakat Bersatu Dalam Keragaman
- Dampak Kerusuhan, Inggris Bakal Perketat Sensor Konten Media Sosial