"Ini Bukan Masalah Posisi Hilalnya"
Pemerintah berlandas pada keputusan Mabim (Majelis Agama Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia) ketinggian hilal 2 derajat.
Kalau Muhammadiyah nggak perhatikan berapa derajat, yang penting udah di atas ufuk atau horizon atau 0 derajat lebih. Untuk sekarang masih setengah derajat. Jadi kemungkinan untuk bisa dilihat lebih kepada rukyat hilal.
Selain itu apa ada kriteria lain lagi untuk menetapkan 1 Dzulhijjah?
Keputusan pemerintah dan NU kalau di bawah 2 derajat, kalau ada yang lihat pun ditolak. Sementara Muhammadiyah landasan hisab murni, berapa pun dia atas ufuk maka malam setelah magrib 1 Dzulhijjah.
Nah kalau hasil perhitungan pemerintah dengan Muhammadiyah berbeda apa akan dicocokkan?
Dari perhitungan yang beda nanti kami ada hitungannya. Yang jadikan perbedaan ketinggian hilal. Ketinggian hilal terjadi perbedaan kalau di bawah dua drajat. Kalau di atas dua, Insya Allah akan sama. Kalau katakan Muhammadiyah selalu berbeda dengan pemerintah, salah itu.
Muhammadiah menyatakan bukan masalah posisi hilalnya, tapi ketika pada akhir bulan udah terjadi konjungsi edaran bulan dan matahari dalam satu garis bujur. Saat terbenam matahari dan hilal di atas ufuk, maka Muhammadiyah berpendapat nggak harus diliat karena hisab murni.
Kalau posisi hilal saat ini?