Ini Kondisi Indonesia Menurut Amien Rais Jika UUD Tak Diamendemen
jpnn.com, JAKARTA - Tokoh reformasi Amien Rais menyatakan, ada banyak hal yang tidak mungkin terjadi jika UUD 1945 tidak diamendemen sampai empat kali sejak 1998. Misalnya, pembatasan masa jabatan presiden.
"Jadi kalau reformasi tanpa mengamendemen UUD 1945, maka presiden bisa dipilih berkali-kali. Kemudian Dewan Perwakilan Daerah juga tidak ada," ujar Amien pada acara Refleksi 19 Tahun Reformasi, Tribute to Amien Rais yang digelar Pemuda Muhammadiyah di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Sabtu (20/5).
Tanpa amendemen UUD 1945, sambung Amien, lembaga Dewan Pertimbangan Agung (DPA) juga masih akan tetap ada sampai sekarang. Padahal, fungsi DPA tidak jelas selain hanya tempat menampung tokoh-tokoh senior semata.
Yang juga nyata terlihat dari amendemen adalah otonomi daerah. Tanpa amendemen, otonomi tak ada karena semua sentralistik.
“Maka yang terjadi sentralisasi kekuasaan, di mana yang menentukan adalah presiden. Daerah hanya tinggal menunggu perintah," ucap Amien.
Mantan ketua MPR ini juga menilai amendemen UUD 1945 memungkinkan lahirnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia (HAM). Dan tanpa reformasi disertai amendemen, katanya, maka TNI masih menjalankan dwi fungsi.
"Nah kalau tidak ada undang-undang ini, mau membela HAM pakai apa? Kemudian dwi fungsi ABRI juga akan balik, 20 persen kursi DPR bagi ABRI," katanya.
Karena itu Amien tidak setuju jika ada pihak yang mempermasalahkan amendemen. Sebab, amendemen demi kebaikan Indonesia.
Tokoh reformasi Amien Rais menyatakan, ada banyak hal yang tidak mungkin terjadi jika UUD 1945 tidak diamendemen sampai empat kali sejak 1998. Misalnya,
- Ada Usul Polri di Bawah Kemendagri, Hendardi Singgung Amanat Reformasi
- Tolak Polri di Bawah Kementerian, Eks Ketum IMM Ingatkan PDIP soal Sejarah Reformasi
- Faisal Basri
- Soroti Dugaan Bullying PPDS, DPR: Ini Pidana dan Harus Ada Reformasi Sistem
- Jimly Asshiddiqie Bicara Pentingnya Penataan Kembali Kelembagaan MPR, DPR, dan DPD
- Aktivis 80-an Berkumpul, Merasa Khawatir dengan Semangat Reformasi yang Jauh dari Harapan