Ini Penyebab Kerenggangan Bupati dan Wakil Bupati Mimika
jpnn.com, MIMIKA - Hubungan Bupati Mimika Eltinus Omaleng dan wakilnya Johannes Rettob dikabarkan tidak harmonis sejak setahun terakhir.
Persoalan kebijakan menjadi salah satu penyebab kerenggangan kedua pimpinan di Bumi Amungsa ini.
Terlepas dari faktor-faktor itu, satu hal penting yang harus diperhatikan adalah dampak dari ketidakharmonisan hubungan Bupati dan Wabup Mimika tersebut.
Sebab, dipastikan akan mengganggu roda pemerintahan yang dikhawatirkan tidak sejalan dengan tugas dan kewenangannya.
Kontra versi memuncak terjadi ketika Bupati Mimika Eltinus Omaleng melakukan rotasi jabatan beberapa waktu lalu, yang mendapatkan sorotan publik.
Rotasi tersebut dinilai melanggar aturan yang tidak sesuai NSPK, norma, standar prosedur, dan kriteria pejabat bersangkutan.
Akademisi yang juga menjabat Kepala Program Studi (Kaprodi) Ilmu Pemerintahan Fisip Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) Bonefasius Bao menilai mutasi atau rolling jabatan itu di kalangan PNS adalah hal yang biasa, tetapi dengan catatan bahwa rolling atau mutasi harus dilaksanakan sesuai dengan aturan dan mekanisme yang berlaku.
Dia mengatakan jika dipotret dari peraturan pemerintah (PP) nomor 17 tahun 2020 perubahan dari PP 17 tahun 2017 tentang manajemen ASN.
Dalam merotasi jabatan tentu memiliki batasan seperti diatur dalam Undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan.
Dalam undang-undang tersebut menyebutkan misalnya, sahnya sebuah keputusan harus dipetakan oleh pejabat yang berwenang, kemudian dibuat melalui prosedur sesuai dengan objek substansi kebutuhan.
Terkait dengan mutasi jabatan poin penting yang harus diperhatikan Bupati sebagai pemegang kebijakan yakni berkaitan dengan kompetensi.
Kemudian berkaitan dengan pola karier yang penting untuk diperhatikan dalam merolling jabatan seorang ASN dalam pemerintahan.
“Kalau belum memenuhi eselon dan bisa diganti dengan eselon yang lebih rendah, atau baru diangkat menjadi ASN lalu ditempatkan dalam sebuah jabatan namun tidak memenuhi syarat undang-undang, ini berbahaya,” katanya.
Bonefasius mengatakan mutasi jabatan memang paling penting adalah kesesuaian antara kompetensi dengan jabatan.
Ada klasifikasi dan pola pikir serta yang paling penting adalah prinsip larangan ‘konflik kepentingan’ hal tersebut menjadi sangat urgen.
“Jadi jika proses (rolling jabatan) sarat akan kepentingan, ini sangat berbahaya dalam pelayanan publik, kalau sampai kemudian ada polemik maupun dinamika,” kata Bonefasius.
Menurutnya, hal yang terjadi di Mimika seperti ‘tarik menarik’ yang berimplikasi terhadap pelayanan publik dan administrasi pemerintahan akhirnya tidak maksimal dalam pemerintahan.
Dia mengatakan bila dinamika di Mimika terus berlarut maka pelayanan publik pasti akan terhambat dan tidak berjalan maksimal.
Jika pelayanan publik tidak maksimal, maka persoalan ini bisa mengorbankan masyarakat.
“Karena birokrasi tidak boleh berhenti dalam pelayanan publik pada masyarakat karena itu sangat penting sekali,” ujarnya.
Sebagai akademisi, dia menganalisis, rotasi yang dilakukan di Mimika bukan tanpa sebab.
“Jadi kalau kita bicara mengenai kalau dalam kaca mata saya misalnya kenapa kemudian bupati melakukan rotasi atau semacam mutasi jabatan tadi mungkin ada hal-hal kepentingan yang tidak bisa dijangkau dalam ruang kekuasaan,” ujarnya.
Penilaian Masyarakat terhadap Sosok Omaleng dan Rettob
Publik Mimika juga menilai hubungan antara Eltinus Omaleng dan Johannes Rettob ranggang, meskipun jabatan mereka telah diperpanjang lagi berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 143/PUU-XXI/2023.
Berdasarkan keputusan itu maka dipastikan pasangan tersebut menjabat hingga periode keduanya berakhir di 2024.
Salah seorang warga bernama Antinous menilai kepemimpinan Wakili Bupati Johannes Rettob lebih baik dari Bupati Eltinus Omaleng.
Menurutnya, selama ini, Johannes Rettob lebih mudah ditemui dibandingkan Eltinus Omaleng.
"Pak Rettob dekat dengan masyarakat dan kalau ketemu lebih gampang dibandingkan bapak Bupati. Terus pak Rettob orang suka menerima kritikan serta masukan masyarakat," ujar Antonius.
Hal senada juga diutarakan Hj Tiara warga seputaran SP 2 Mimika, dia menilai Kepemimpinan Johannes Rettob lebih baik dari Bupati Eltinus Omaleng, hal itu terbukti ketika Johannes Rettob menjabat Plt meski hanya 9 bulan.
"Beliau saat Plt selalu turun dan mendengar keluh kesah masyarakat, kemudian beliau mencari solusi. Dan meski saat ini masih menduduki jabatan Wakil Bupati pak Rettob selalu ada ditengah masyarakat tanpa membedakan status ekonomi dan jabatan seseorang," jelasnya.
Pedagang di Pasar lama Mimika Samsudin ketika diwawancarai, melihat sosok Johannes Rettob lebih dekat dengan masyarakat dan sering berinteraksi dengan masyarakat.
"Kalau dilihat Bupati dan Wakil, saya lebih memilih pilih pak Wakil. Kenapa saya sampaikan begitu. Di pasar sini, pak Wakil sering berinteraksi dengan para pedagang. Kalau bapak Bupati seperti tidak pernah ke sini. Atau mungkin pernah tapi saat itu saya tidak ada," tuturnya. (mcr30/jpnn)
Bila kerenggangan bupati dan wakil bupati Mimika terus berlarut maka pelayanan publik pasti akan terhambat dan tidak berjalan maksimal.
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Suket Dipalsukan Cawagub Papua, Pria ini buat Surat Terbuka untuk Presiden Prabowo
- Anggaran Gaji 2.300 CPNS-PPPK 2024 Daerah Ini Belum Masuk RAPBD, Waduh!
- Berdemonstrasi di Kedubes AS, Aktivis Tolak Campur Tangan Asing dalam PSN dan Urusan Papua
- Laurenzus Kadepa, Wakil Rakyat Progresif Revolusioner yang Dirindukan Rakyat
- Pos TNI dan Polri Diberondong Peluru KKB, Seorang Warga Sipil Tewas
- Korupsi Berjamaah PON Papua, Ini Tanggapan Komnas HAM dan Himpunan Mahasiswa