Ini Penyebab Serapan Gabah dan Beras Bulog Masih Rendah

Ini Penyebab Serapan Gabah dan Beras Bulog Masih Rendah
Persediaan beras Bulog. Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Bapanas, surplus sepanjang tahun ini diproyeksikan hanya sekitar 1,38 juta ton, sedikit lebih tinggi dari surplus tahun lalu: 1,34 juta ton.

Namun, surplus jauh lebih kecil jika dibandingkan tahun 2018: 4,7 juta ton. Angka surplus ini hanya menghitung perkiraan produksi dikurangi konsumsi.

Untuk memastikan Bulog kompetitif di pasar, kata Ketut, Bapanas telah menaikkan HPP.

Selain gabah, HPP beras di gudang Bulog juga dinaikan dari Rp8.300 per kg menjadi Rp9.950 per kg. Penyerapan belum juga besar, kata Ketut, karena ada sejumlah faktor.

Pertama, kata Ketut, sebagian besar penggilingan tak memiliki stok saat panen 2023. Di sisi lain, mereka harus tetap melayani jejaring distribusi.

"Bisa dibilang mereka sebagai price maker. Tapi itu untuk menjaga operasional penggilingan tetap berjalan dan pelayanan terhadap jejaring distribusi tetap terlayani," kata Ketut.

Kedua, sebagian stok padi disimpan para rumah tangga petani atau produsen. Di Lombok, kata Ketut, 30% produksi gabah disimpan petani. Sementara di Bangli, Bali, 40% gabah dikonsumsi sendiri oleh petani. "Petani tidak menjual 100% produksi mereka," kata dia.

Faktor ketiga, prognosis neraca beras nasional yang surplus 1,38 juta ton oleh Bapanas belum memasukkan kebutuhan cadangan pangan.

Dari awal tahun 2023 hingga saat ini, Bulog baru bisa menyerap 222 ribu ton beras.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News