Ini Saran dari Pakar Kebijakan Publik untuk Kalangan yang Tolak UU Cipta Kerja
Sabtu, 14 November 2020 – 19:13 WIB

UU Cipta Kerja dinilai mensejahterakan masyarakat secara adil, makmur dan berkelanjutan. Ilustrasi. Foto: Antara
Keenam, membenahi regulasi yang berbelit-belit. Ketujuh, menjadi upaya untuk melakukan resource sharing bagi tenaga kerja dan penyerapan SDM.
“Jadi dengan adanya UU Cipta Kerja ini, nanti kalau ada Tenaga Kerja Asing itu dimanfaatkan untuk resource sharing. Tenaga kerja kita belajar dari mereka sehingga kemudian SDM kita yang dipakai,” Cecep menjelaskan.
Selain merespons substansi UU Cipta Kerja, Cecep juga meluruskan kekeliruan orang yang selama ini meggunakan frasa ‘Undang-Undang Omnibus Law’.
“Yang benar adalah UU Cipta Kerja, bukan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Tidak ada itu istilah Undang-Undang Omnibus Law. Karena Omnibus Law itu metode penyusunan Undang-Undang,” pungkasnya. (flo/jpnn)
Sampai saat ini masih ada sejumlah kalangan di daerah terutama buruh yang menolak UU Cipta Kerja.
Redaktur & Reporter : Natalia
BERITA TERKAIT
- Eddy Soeparno Sampaikan Pentingnya Kebijakan Berbasis Data Ilmiah Saat Berbicara di UGM
- Restitusi Berduit
- Temui Pj Gubernur, Aliansi Buruh Menyuarakan UMP Aceh 2025 Naik jadi Rp 4 juta Per Bulan
- Erick Dinilai Tak Mampu Implementasikan UU Cipta Kerja
- Satgas UU Cipta Kerja Gelar FGD Bahas Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan
- Satgas UU Cipta Kerja Apresiasi Perempuan Pemilik Usaha Mikro