Ini Upaya Kementan untuk Kendalikan Rabies di NTT
Menurutnya, sosialisasi ini sangat penting karena setiap kejadian kasus rabies pada umumnya disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat tentang bahaya rabies, sehingga (korban) lambat ditangani.
Fadjar Sumping menekankan, masyarakat perlu mengetahui apabila didapati adanya korban gigitan hewan penular rabies (HPR).
“Jika ada korban, segera melapor ke Pusat Kesehatan Hewan (Puskesmas) atau Rabies Center untuk diperiksa dan diberikan Vaksin Anti Rabies (VAR). HPR yang menggigit agar segera diamankan dan dilaporkan ke (Puskeswan) dan/atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan untuk penanganan lebih lanjut,” tukasnya.
Fadjar Sumping kembali menegaskan, vaksinasi dan pengawasan lalu lintas HPR pada daerah tertular untuk pengendalian penyebaran virus rabies ke wilayah lainnya sangat penting.
"Saya yakin apabila semua strategi teknis pengendalian rabies dan protokol penangan kasus gigitan HPR dilaksanakan, maka kasus rabies dapat ditekan dan risiko terjadinya rabies pada manusia dapat kita minimalisir,” ujar Fadjar.(jpnn)
“Pembebasan penyakit rabies dapat dicapai apabila semua pemangku kepentingan bisa bekerjasama dalam penanganannya,” pungkasnya.
Penyakit anjing gila atau rabies merupakan penyakit hewan menular akut yang dapat menular dari hewan ke manusia (zoonosis) melalui gigitan hewan tertular.
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Angka Rabies di Bali Masih Tertinggi di Indonesia Meski Vaksinasi Sudah Dilakukan
- Jaksa Abaikan Keterangan Kementan, Pemilik Anjing Bogel Tetap Dituntut 2,5 Tahun
- Kasus Kematian Akibat Rabies Diprediksi Melesat, Kalbe Kasih Tips Pencegahan
- LBH PSI Ungkap Kejanggalan Baru Kasus Anjing Dituduh Tularkan Rabies
- Kucing dan Anjing dari Provinsi Lain Dilarang Masuk Daerah ini, Sebaliknya Boleh
- Hari Rabies Sedunia 2022, 10 Ribu Dosis Vaksin Dibagikan