Inilah Kiprah Anggota Kowal di KRI Surabaya

Dalam Sebelas Bulan Dukung Sembilan Operasi Militer

Inilah Kiprah Anggota Kowal di KRI Surabaya
Dari kiri: Yohanna Sunippy Siahaan, Kharismawati, Devi Endah Yunitasari, Putri Efsan Nendiana, dan Candra Ayu Susilowati. Foto: Suryo Eko Prasetyo/Jawa Pos

Sebelumnya sekitar sembilan operasi militer mereka emban bersama KRI Surabaya selama sebelas bulan terakhir. Antara lain, Sail Raja Ampat, Bali Democracy Forum, pergeseran pasukan (serpas) Marinir ke Batam, dan serpas ke Ratai, Lampung. Kemudian, terlibat dalam pengamanan perbatasan dengan Singapura di Tarempa, Kepulauan Riau, Pasukan Pemukul Reaksi Cepat Poso, Pengamanan RI-I di Padang, dan penembakan rudal Exocet di Laut Jawa.

”Komandan kapal memberi kami kesempatan belajar di anjungan untuk ngeplot (menggambar jalur kapal berlayar di atas peta hidro-oseanografi) sampai menjadi juru mudi kapal,” ungkap Yohana yang lahir di Medan, 1 September 1991, itu. Meski tugas departemen logistik lebih sering berurusan administrasi ketatausahaan dan logistik, peran alumnus angkatan pendidikan bintara Kowal ke-31 itu dibutuhkan di anjungan dalam kondisi tertentu.

Sesuai fungsinya, kapal markas atau kapal protokoler menjadi jujukan pejabat militer dan sipil. Sebagai perempuan, mereka lebih luwes dalam tugas tertentu. Mulai menyusun menu, menghitung kandungan kalori, sampai menghitung indeks harga bahan belanja kebutuhan awak dan penumpang kapal. Terlebih, kapal dengan dimensi panjang 122 meter x lebar 22 meter x tinggi 56 meter itu mampu menampung sekitar 2.000 orang.

Bukan hanya itu. Yohana cs bertanggung jawab terhadap kerapian dan kebersihan kapal produksi 2005 buatan Korsel tersebut. Tugas rutin khas laki-laki seperti mengecat juga mereka tunaikan. Pemeliharaan berkala itu dilaksanakan agar bodi kapal terhindar dari korosi hingga kerusakan lebih parah. ”Perlakuan kami dalam tugas tidak dibedakan dari tentara laki-laki,” tegas Kowal yang mengawali karir prajurit sebagai staf administrasi personel Lanal Tarakan, Kalimantan Utara, itu.

Efsan yang terbilang ”pakar” urusan perbekalan tidak hanya berkutat di markas perbekalan. Sebelum lolos tes masuk KRI, gadis kelahiran Surabaya, 30 Oktober 1992, itu bertugas di beberapa satker lembaga pendidikan TNI-AL, Kobangdikal, Bumimoro. ”Sebuah tantangan setelah dua tahun lebih di Kobangdikal kemudian menjadi Kowal angkatan pertama di KRI Surabaya,” tutur Efsan.

Efsan merasa senang bisa berlayar mengelilingi hampir seluruh perairan Indonesia meski belum genap setahun menjadi anggota KRI. ”Yang terasa di KRI Surabaya selama ini baru perasaan suka karena sering kumpul leting. Belum ada dukanya, walau waktu berlayar ke luar Jawa lebih lama dibanding sandar di darat,” ujar satu-satunya bintara Kowal dengan kejuruan perbekalan di kapal perang bernomor lambung 591 itu.

Demikian pula Devi. Sebagai Kowal termuda di KRI Surabaya, dia tidak mau kalah oleh seniornya. Alumnus pendidikan pertama bintara Kowal angkatan ke-32/2012 yang piawai tata usaha kapal perang jumbo tersebut juga lincah di lintasan lari. Perempuan yang baru genap 22 tahun pada 6 Juni lalu itu sedang disibukkan seleksi atlet orienteering (navigasi lintas alam) memperebutkan Piala Panglima TNI di Bandung.

”Barangkali karena sering ikut lomba lari 10 kilometer dan menguasai navigasi, lantas saya diperintah pimpinan mewakili TNI-AL wilayah timur,” terangnya. Kowal asal Madiun itu selama di KRI Surabaya kerap belajar kepada anggota korps pelaut laki-laki yang bertugas sebagai juru navigasi. Pengetahuannya membaca peta dan kompas kian terasah berkat lingkungan kerja yang mendukung.

Di perairan NKRI, deburan ombak laut yang menerpa KRI Surabaya tidak membuat para perempuan manis ini ciut nyali. Mereka justru terlibat dalam mengamankan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News