Inilah Orasi Ilmiah Lengkap Bu Mega di Korsel!

 Inilah Orasi Ilmiah Lengkap Bu Mega di Korsel!
Presiden Kelima Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri menyampaikan orasi ilmiah pada acara penganugerahan gelar kehormatan doktor honoris causa. Foto JPNN.com

Saudara-saudara,

Mari kita renungkan, problem multi dimensi yang lahir akibat globalisasi dan pasar bebas. Contohnya adalah praktek dumping dalam sektor pangan. Kedaulatan pangan negara-negara berkembang terus digerogoti dengan praktek "siasat harga" komoditi impor yang di bawah harga normal produk domestik.

Di indonesia sendiri, ada banyak pangan impor yang dijual lebih murah dibading produk yang dihasilkan petani dan industri pangan kami. Efek dominonya adalah daya beli rakyat menurun, lapangan pekerjaan berkurang, deindustrialisasi, dan pada titik tertentu akan mengguncang stabiitas ekonomi dan politik negara.

Dengan tegas saya nyatakan saya menolak praktek dumping, free trade bukan berarti menciptakan predator perdagangan internasional. Wajib hukumnya di dalam free trade ada fair trade. Sampai kapan pun posisi politik saya akan tetap sama, terutama dalam menyangkut kedaulatan pangan setiap bangsa. Isu pangan tidak boleh sekedar diartikan sebagai ketahanan pangan yang diukur dengan "asal pangan tersedia di pasar".

Soal pangan adalah soal keberlangsungan hidup suatu bangsa, dari mulai hidup dan kehidupan petani, kedaulatan atas air, tanah, dan energi, hingga bagaimana pangan didistribusikan kepada seluruh rakyat dengan aman, murah dan cepat. Kedaulatan pangan berarti kemandirian (selfsuffiency) pangan, melalui kemampuan pemenuhan pangan yang pertama kali harus berasal dari dalam negeri sendiri (selfsupporting). Tentunya, dengan tidak mengabaikan kerjasama yang setara, saling menghormati dan saling menguntungkan dengan bangsa lain.

Saudara-saudara,

Praktek-praktek ekspansi ekonomi yang tidak adil di abad 21 ternyata melahirkan pula gerakan-gerakan transnasional. Tapi, bagi saya apa yang terjadi bukan suatu antitesa seperti yang lahir di abad 20. Perdagangan manusia dan narkotika, kejahatan keuangan, kejahatan terhadap lingkungan seperti illegal logging, eksploitasi sumber daya alam, serta penyebaran faham radikalisme yang mengikis kemanusiaan atas nama agama, jelas bukan antitesa dari penindasan, pemiskinan dan pembodohan yang lahir akibat neokolonialisme dan kapitalisme.

Menurut saya, relasi dan interaksi yang melibatkan rakyat lintas negara dalam berbagai kriminalitas internasional, bukan suatu gerakan antitesa seperti yang dilakukakan para pendiri bangsa. Hal-hal tersebut justru merupakan anak kandung dari praktek-praktek penjajahan politik dan ekonomi. Tindakan mereka jelas bukan merupakan praktek demokrasi politik dan ekonomi Pancasila. Kejahatan terhadap kemanusiaan, apapun bentuknya, bukan suatu antitesa dari ketidakadilan.

Antitesa dari situasi tersebut lahirlah kesadaran nasional, perasaan harus merdeka, dan kehendak kolektif melawan penindasan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News