Inilah Penyebab Puluhan Manusia jadi Santapan Buaya di NTT
jpnn.com - SEJAK 2011 hingga 2015 sudah 17 nyawa melayang karena keganasan buaya di Nusa Tenggara Timur (NTT). Bahkan, tak terhitung berapa orang yang terluka karena diserang hewan buas tersebut. Walau sudah banyak korban, hingga kini belum ada solusi. Berdasar pendapat ahli, buaya kian ganas karena habitanya mulai terganggu.
Berdasar catatan Timor Express, korban keganasan buaya di NTT mulai terjadi pada Desember 2011 lalu. Kasus ini terjadi di Kabupaten Lembata. Korbannya adalah Antonius Boli Wolor. Korban terakhir adalah Filipi de Araujo. Kasus ini terakhir ini terjadi di Noelbaki, Kabupaten Kupang, 9 Mei 2015.
Dari 17 korban meninggal tersebut, paling banyak terjadi di Kabupaten Kupang, Malaka, Kota Kupang, Lembata dan Rote Ndao. Khusus untuk Kota Kupang terjadi dua kasus, masing-masing terjadi di Pantai Namosain dan Pantai Lasiana.
Maraknya kasus keganasan buaya ini membuat masyarakat mulai resah. Apalagi, buaya sudah mulai masuk ke area wisata.
Berdasar data dari Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) NTT, di wilayah tersebut terdapat lima habitat buaya. Yakni di Reo (Ngada), Maubesi (Malaka), Manipo (Kabupaten Kupang), Noelmnia (TTS) dan Walakiri (Sumba Timur). Spesis buaya yang hidup di NTT adalah buaya muara atau lebih dikenal dengan istilah Latin Crocodylus Porosus. Ini adalah spesis terganas.
Ahli Reptil dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hellen Kurniati mengatakan buaya muara mempunyai tingkat adaptasi yang sangat tinggi. Buaya ini bisa hidup di air asin dan air tawar. Daerah jelajahnya di laut, hulu sungai, pantai berpasir halus, hutan bakau dan sungai berair tawar. "Jadi daerah jelajahnya sangat luas," ujarnya.
Setiap buaya muara dewasa yang hidup di alam mempunyai daerah teritorial yang menjadi daerah kekuasaannya. Daerah teritorial tersebut umumnya tempat mencari makan, berjemur diri, kawin dan membuat sarang untuk bertelur. Salah satu penyebab buaya berjelajah ke daerah lebih luas adalah kurangnya makanan di daerah teritorialnya, seperti ikan, mamalia kecil dan burung.
Khusus untuk mangsa, menurut Hellen, makin besar tubuh buaya, maka mereka akan mencari mangsa yang lebih besar. Salah satu mangsanya adalah manusia. Sifat berburu mangsa pada buaya adalah menunggu dan mengamati. "Jadi manusia yang umumnya menjadi mangsa sedang tidak banyak bergerak, seperti sedang mencuci, mandi, buang air di tepi sungai, atau sedang memancing," kata Hellen.
SEJAK 2011 hingga 2015 sudah 17 nyawa melayang karena keganasan buaya di Nusa Tenggara Timur (NTT). Bahkan, tak terhitung berapa orang yang terluka
- Pemprov Uji Coba Helipad Kantor Gubernur Papua Barat
- Menyamar Jadi Pembeli, Polisi Tangkap Wiraswasta & Mahasiwa Pembawa 2,6 Kg Sabu-Sabu di Siak
- 4 Rumah dan 1 Bengkel di Agam Terkena Longsor, 22 Jiwa Terdampak
- PAM Jaya Pasang Pompa Alkon, Masyarakat Bilang Begini soal Dampaknya
- Bus Rombongan SMP Bogor Kecelakaan di Tol Pandaan-Malang, 4 Orang Tewas
- PPPK 2024 Tahap II, 204 Tenaga Non-ASN Sudah Mendaftar