Insentif HEV Disebut Berpotensi Hambat Kemajuan Ekosistem BEV di Indonesia

Insentif HEV Disebut Berpotensi Hambat Kemajuan Ekosistem BEV di Indonesia
Ilustrasi fitur V2L di mobil listrik BYD. Foto: BYD

Infrastruktur yang lengkap ini dapat membantu memajukan industri komponen dalam negeri yang dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja.

Seiring munculnya BEV sebagai kemajuan teknologi dalam industri otomotif, tren global secara kuat mendukung perkembangannya.

Laporan Reuters memperkirakan total pengeluaran oleh produsen mobil global akan mencapai 1.2 triliun dolar Amerika Serikat (atau sekitar Rp 19 kuadriliun) pada EV, baterai, dan material-materialnya pada 2030.

Sementara itu, dibandingkan dengan HEV yang sudah berada pada tahap teknologi yang matang, mungkin BEV tidak menarik investasi yang signifikan ke industri otomotif Indonesia. 

Rencana memberikan insentif untuk HEV juga bisa mengganggu potensi investasi dalam pengembangan ekosistem BEV di Indonesia.

Beberapa jenama kendaraan telah melirik Indonesia sebagai pasar yang vital, termasuk dalam melaksanakan kegiatan produksi.

Rencana kebijakan insentif untuk HEV ini dapat menjadi hambatan bagi investasi berkelanjutan dari jenama-jenama yang telah membangun ekosistem BEV di Indonesia, dan dikhawatirkan dapat mengganggu keberlanjutan ekosistem BEV di masa depan.

Investasi besar akan diperlukan untuk mendirikan fasilitas manufaktur baterai baru dan mengembangkan komponen elektronik untuk BEV.

Kebijakan insentif untuk mobil berteknologi hybrid berpotensi menghambat kemajuan ekosistem BEV (battery electric vehicle) di

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News