Investasi Asing Naik 62 Persen

Investasi Asing Naik 62 Persen
Investasi Asing Naik 62 Persen
Sjamsu menjelaskan, salah satu masalah yang membayangi pertumbuhan industri manufaktur Indonesia di masa depan adalah gencetan ekonomi makro dan mikro. Di antaranya, mulai apresiasi rupiah, naiknya upah buruh, tingginya biaya logistik tinggi, hingga sulitnya mengakses pinjaman bank. "Gencetan skala makro telah memicu penurunan margin laba perusahaan," terangnya. Dia mencontohkan, tingkat perolehan (rate of return) perusahaan di Indonesia anjlok drastis di angka 4 persen pada periode 1999"2010 jika dibandingkan dengan periode 1990"1996 yang mencapai lebih dari 11 persen.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti membeberkan, sejauh ini kondisi makro yang terjadi di dunia maupun yang berimbas ke Indonesia memantik sensitivitas sektor manufaktur. Misalnya, industri yang terkena dampak krisis global 2008, antara lain, logam dasar besi dan baja, mesin, serta perlengkapan transportasi, produk semen, dan penggalian bukan logam.

Sementara itu, industri yang cukup bertahan adalah industri makanan, minuman, dan tembakau. "Manufaktur cenderung sensitif jika ada isu makro, seperti krisis global. Apalagi jika isu tersebut berdampak pada margin perusahaan yang anjlok. Jadi, bukan berarti bank tidak ingin mengucurkan kredit ke manufaktur, tapi tentunya kami melakukan perhitungan bisnis," jelasnya. (gal/c6/kim)
Berita Selanjutnya:
SBY Apresiasi Prestasi BUMN

JAKARTA - Pamor industri manufaktur Indonesia tengah berada di titik tolak kebangkitan setelah satu dekade yang sulit pascakrisis keuangan Asia 1997"1998.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News