Investasi di Lego dan Mainan Antik Lainnya Tak Kalah Menjanjikan dari Saham, Ini Alasannya
Sebuah studi baru oleh Higher School of Economics di Rusia menemukan nilai set Lego yang tidak diproduksi lagi harganya bisa naik sebesar 11 persen per tahun, melampaui banyak saham dan komoditas.
Perjalanan Rafal dengan mainan Lego, mainan kepingan blok asal Denmark ini, dimulai saat ia masih tinggal di Polandia pada awal 1990-an.
Saat itu, Rafal iri dengan hadiah Lego milik sepupunya karena orang tuanya tidak mampu membelinya.
Pembawa acara Collectors di ABC TV, Claudia Chan Shaw, mengatakan ada dua jenis kolektor mainan Lego dan mainan yang sudah langka lainnya, yakni "pedagang dan yang mengumpulkan hanya karena hobi".
"Yang menoleksi karena kecintaan hanya menjual supaya ada ruang untuk menambah koleksi yang lebih menarik, atau jika ada lebih dari satu mainan yang sama," ujarnya.
"Banyak kolektor mainan sekarang adalah generasi baby boomers [yang lahir antara tahun 1956-1964], yang dulu tidak mampu membeli atau kehilangan mainan karena dijual ketika mereka masih kecil," kata Claudia.
Keunikan dan kelangkaan
Patrick Lo, seorang pemilik toko mainan di Australia, mengatakan kebijakan Lego untuk menghentikan produk setiap tahun membuat set yang tidak diproduksi lagi menjadi banyak dicari orang.
Untuk bisa menghasilkan keuntungan, Patrick menyarankan agar permainan Lego disimpan selama rata-rata tiga tahun.
Studi di Rusia menunjukkan harga koleksi Lego yang sudah tidak diproduksi bisa naik sebesar 11 persen per tahun
- Anindya Bakrie: Kita Harus Dorong Investasi Asing yang Ciptakan Lapangan Kerja
- Indonesia Siap Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi Berkelanjutan dari AS
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Menko Perekonomian Ungkap Potensi Baru Dukungan Transisi Energi untuk Indonesia