Investasi Masuk Usai Pilpres
RI Waspadai Risiko Internal-Eksternal
Solidnya kinerja perekonomian tak lantas membuat Indonesia bebas risiko. Hasil kajian rutin Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) menunjukkan ekonomi Indonesia masih dibayangi berbagai risiko.
Menteri Keuangan yang juga Ketua FKSSK Chatib Basri mengatakan, pemerintah terus mewaspadai risiko internal maupun eksternal yang berpotensi mendera perekonomian Indonesia. "Fundamental ekonomi kita cukup bagus, tapi memang ada risiko-risiko yang harus dimitigasi," ujarnya usai rapat FKSSK kemarin (17/7).
FKSSK merupakan forum yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Menurut Chatib, dari sisi internal, pemerintah mewaspadai risiko melebarnya defisit fiskal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2014, defisit transaksi berjalan atau current account deficit, serta mengetatnya likuiditas perbankan.
Chatib mengatakan, pemerintah akan fokus dalam pengendalian konsumsi BBM subsidi dengan kuota 46 juta kiloliter, lebih rendah dari proyeksi 48 juta kiloliter. Hal itu dimaksudkan sekaligus untuk meredam risiko fiskal akibat membengkaknya beban subsidi, maupun menekan defisit transaksi berjalan akibat naiknya impor BBM. 'Untuk current account deficit, kita targetkan bisa di bawah 3 persen (produk domestik bruto) pada akhir tahun ini,' katanya.
Risiko internal lain yang diwaspadai adalah tren naiknya utang luar negeri pemerintah dan swasta yang per akhir Mei 2014 mencapai USD 283,7 miliar, dengan USD 151,5 miliar diantaranya adalah utang swasta. "Karena itu, koordinasi pengelolaan utang luar negeri ini sangat penting untuk menghindari risiko akibat gejolak nilai tukar," ucapnya.
Sebelumnya, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, data BI per akhir 2013 menunjukkan, ada 88 perusahaan swasta yang memiliki utang valas hingga USD 71 miliar yang sama sekali tidak melakukan hedging. Adapun 12 perusahaan lainnya yang memiliki utang valas USD 5,5 miliar sudah melakukan hedging dengan nilai total USD 3,9 miliar.
Menurut Agus, perusahaan pemilik utang valas selalu terpapar risiko tinggi apabila pendapatannya dalam rupiah. Sebab, ketika rupiah melemah, maka perusahaan tersebut harus membayar utang dalam denominasi USD dengan jumlah rupiah yang jauh lebih besar.
JAKARTA - Ketatnya persaingan pasangan Joko Widodo - Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa menuju kursi RI 1 dan RI 2, sempat membuat investor
- DLT Berbagi Rahasia Strategi Kembangkan Bisnis Skincare
- Berdampak Positif, Pemerintah Bakal Perpanjang Insentif PPN DTP bagi Sektor Properti
- Anak Buah Sri Mulyani Klaim Kondisi Perkonomian Indonesia Tetap Stabil jika PPN 12 Berlaku
- Hari Kedua Angkutan Nataru, KAI Divre III Palembang Angkut 6.254 Penumpang
- Tinjau Kesiapan Satgas Nataru, Menteri ESDM: Allhamdulillah, Kondisi Aman
- Kasasi Sritex Ditolak MA, Pemerintah Siapkan Langkah Jika Terjadi PHK