Ironi di Bintuni, Mumi Listrik di Digul
Minggu, 21 Agustus 2011 – 06:12 WIB
Padahal, kabupaten ini berkembang pesat sejak ditemukan gas alam yang gila-gilaan besarnya. Sudah ada bandara kecil di Bintuni. Tiap hari ada pesawat Susi Air jurusan Sorong dan Manokwari. Posisi Bintuni juga berada di pertengahan antara Sorong, Fak-fak, Kaimana, Manokwari, Wasior, dan Nabire. Semua kota tadi memiliki bandara sendiri-sendiri. Jalan darat ke Manokwari pun sudah tembus dengan jarak tempuh tujuh jam. Dari Manokwari bisa terus ke Sorong meski masih menambah waktu tempuh satu hari lagi.
Baca Juga:
Yang lebih terasa ironi adalah ini: 50 km dari Kota Bintuni, masih berada di wilayah Kabupaten Bintuni, ada sebuah kota baru yang hanya boleh dihuni oleh staf dan karyawan yang luar biasa terang-benderangnya. Ada pembangkit listrik yang sangat besar di kompleks ini. Inilah kompleks industri LNG Tangguh, milik perusahaan asing BP Tangguh.
Perusahaan itulah yang menemukan gas alam dalam jumlah besar, 1.000 bbtud, di Teluk Bintuni. Agar mudah diangkut ke luar negeri, gas tersebut semuanya diproses menjadi benda cair (LNG). Tidak sedikit pun disisakan untuk keperluan masyarakat setempat. Semuanya dikirim ke Tiongkok dan California, USA.
Jalan pikiran seperti itu memang terjadi hampir di semua proyek besar serupa. Termasuk ketika PLN membangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) skala besar. Tidak ada konsep menyisihkan sebagian kecil produksinya untuk keperluan setempat. Akibatnya, banyak desa yang lokasinya di sebelah PLTA besar justru gelap gulita. Ini yang sedang kami koreksi.
INILAH safari Ramadan terpanjang yang saya lakukan minggu lalu: Jakarta, Sorong, Sorong selatan, Bintuni, Nabire, Timika, Wamena, Yahukimo, Digul,
BERITA TERKAIT