Ironi di Bintuni, Mumi Listrik di Digul
Minggu, 21 Agustus 2011 – 06:12 WIB
Di Kabupaten Digul kurang lebih sama: PLN belum terlalu hadir di daerah yang amat terkenal karena Bung Hatta dan Bung Sutan Syahrir pernah dibuang dan dipenjarakan di pedalaman Papua ini. Pembangkit kecil yang ada adalah milik pemda. PLN memang masih punya satu genset, tapi sudah lama menjadi mumi. Ukurannya Cuma 15 kW. Itu pun bikinan Belanda pada 1930. Meski begitu, saya minta genset itu dirawat dengan baik. Siapa tahu inilah genset tertua yang masih bisa ditemukan di Indonesia. Bisa dipindahkan ke museum listrik di TMII Jakarta, atau biar tetap saja di Digul. Sekalian untuk memperkaya peninggalan sejarah kejamnya Belanda, seperti yang terlihat dari penjara yang masih ada di sana.
Mengingat pengguna listrik di Boven Digul umumnya rumah tangga (yang pemakaian listriknya kecil), kami merencanakan sebuah jalan yang berbeda. Mungkin lebih baik membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang modern di Digul. Sekalian bisa untuk memperkaya wisata di sana. Siapa tahu bisa didapat lahan yang tidak jauh dari lokasi penjara, sel, patung Bung Hatta, dan Taman Makam Pahlawan khusus bagi pejuang yang dibuang ke Digul dan meninggal di situ itu.
Hampir saja kami gagal mendarat di Digul. Menjelang pendaratan, pilot memberi tahu landasan sedang diperbaiki. Pesawat akan terus menuju Merauke. Tentu saya tidak ingin gagal ke Digul. Pilot mengerti itu. Maka sang pilot terbang sangat rendah untuk bisa melihat dengan mata kepala sendiri seberapa mungkin landasan itu bisa didarati. Pesawat pun mondar-mandir terbang rendah di dekat landasan. Setelah lima kali memutari landasan, pilot merasa safe untuk mendarat di Digul. Kami pun bertepuk tangan. (c2/lk)
INILAH safari Ramadan terpanjang yang saya lakukan minggu lalu: Jakarta, Sorong, Sorong selatan, Bintuni, Nabire, Timika, Wamena, Yahukimo, Digul,
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi