ISIS Merupakan Boneka AS dan Israel
jpnn.com - SEJAK menguasai kota di Iraq, Mosul di Tikrit, sebulan lalu, nama kelompok Islam militan yang dikenal sebagai Negara Islam Iraq dan Syria (Islamic State of Iraq and Syria/ISIS) terus menjadi perbincangan. Taktik brutal ekstrem yang dilakukan kelompok pimpinan ulama Iraq Abu Bakar Al Baghdadi itu mengundang pertanyaan, kepada kekuatan politik mana di Timur Tengah mereka berpihak?
Mantan pegawai Badan Keamanan Nasional (NSA) Amerika Serikat Edward Snowden, Sabtu (2/8) menyatakan bahwa ISIS merupakan organisasi bentukan dari kerja sama intelijen tiga negara. Dikutip dari Global Research, sebuah organisasi riset media independen di Kanada, Snowden mengungkapkan bahwa satuan intelijen dari Inggris, AS, dan Mossad Israel bekerja sama untuk menciptakan sebuah negara khalifah baru yang disebut dengan ISIS.
Snowden menjelaskan, badan intelijen dari tiga negara tersebut membentuk sebuah organisasi teroris untuk menarik semua ekstremis di seluruh dunia. Mereka menyebut strategi itu dengan nama sarang lebah.
Dokumen NSA yang dirilis Snowden kemarin menunjukkan bagaimana strategi sarang lebah tersebut dibuat untuk menempatkan semua ekstremis di dalam satu tempat yang sama sehingga mudah dijadikan target. Bukan hanya itu, adanya ISIS juga akan memperpanjang ketidakstabilan di Timur Tengah, khususnya di negara-negara Arab.
Berdasar dokumen tersebut, pemimpin ISIS Abu Bakar Al Baghdadi pun mendapat pelatihan militer setahun penuh dari Mossad Israel. Al Baghdadi juga memperoleh kursus teologi dan retorika dari lembaga intelijen Zionis itu.
Pengamat Timur Tengah dan pemikiran Islam Haidar Bagir mengatakan, gerakan ISIS berpotensi berkembang pesat di Indonesia. Terutama di wilayah-wilayah yang tidak ada kesetaraan sosial ekonomi. ”Contohnya di Solo, Karanganyar, dan Ciputat,” ucap direktur Grup Penerbit Mizan tersebut.
Di Makassar, Sulawesi Selatan, ujar dia, juga ada dukungan kepada ISIS. ”Ini bisa terjadi di mana pun.”
Dengan tidak adanya kesetaraan sosial ekonomi, proses rekrutmen menjadi mudah. Kelompok gerilyawan, kata Haidar, mendekati masyarakat yang tersisih. ”Yang tidak mendapatkan perhatian. Ada keterasingan,” ujarnya.
Menurut Haidar, di Indonesia terdapat situs yang terang-terangan mendukung aksi ISIS. ”Jangan lupakan warga Indonesia alumni perang Afghanistan. Mereka punya jaringan puluhan tahun dalam rekrutmen.”
SEJAK menguasai kota di Iraq, Mosul di Tikrit, sebulan lalu, nama kelompok Islam militan yang dikenal sebagai Negara Islam Iraq dan Syria (Islamic
- Mensos Gus Ipul Beri Bantuan Biaya Perbaikan Rumah Kepada Korban Longsor di Padang Lawas
- ASR Komitmen Bangun Penegakkan Hukum Transparan & Adil di Sultra
- Hendri Satrio jadi Ketua IKA FIKOM Unpad
- Info Terkini OTT KPK yang Menyeret Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah
- Pertamina Eco RunFest 2024: Carbon Neutral Event untuk Kampanye Sustainable Living
- Sambut Akhir Tahun, ASDP Bakal Hadirkan Konser Musik di Kawasan BHC