Islam dan Pluralisme
Oleh: Hasan Basri (Liem Fuk San)*
Minggu, 21 Juli 2013 – 16:06 WIB
Bila itu terjadi, penilaian orang yang disampaikan adalah keyakinan. Misalnya, si A seorang muslim. Setiap hari datang ke masjid, mengenakan sarung, peci, layaknya seorang kiai. Sementara itu, rumahnya bersebelahan dengan orang miskin yang berbeda keyakinan dengan dirinya.
Sikap fanatik yang berlebihan membuat si A merasa lebih dari segalanya dibanding tetangganya yang beda keyakinan tersebut. Tidak sedikit pun ada rasa hormat meski hidup bersebelahan. Bahkan, saat si tetangga terkena musibah, si A tidak mau membantu dengan dalih tidak seiman.
Praktis, tetangga lain pasti mencela. Satu kalimat yang biasa keluar dari mereka adalah "Orang Islam kok kayak gitu". Jelas sekali, agama yang kerap menjadi kambing hitam atas sikap individu yang tidak menghargai pluralisme. Bukan agama yang tidak menekankan penghargaan terhadap pluralisme itu sendiri.
Di zaman Rasulullah pun demikian. Semua aktivitas berlangsung dengan baik. Kerja sama bidang ekonomi juga terjadi antara umat muslim dan lainnya. Tentu saja mereka menjunjung tinggi kemaslahatan umat. Dengan begitu, tidak ada yang dirugikan dalam mewujudkan kongsi dagang tersebut.
ISLAM merupakan agama rahmatan lil alamin. Bisa pula diartikan agama penuh kedamaian. Tidak mempersoalkan perbedaan yang mengerucut hingga terjadinya
BERITA TERKAIT
- Terkait Pemanggilan Beberapa Pekerja, Pertamina Patra Niaga: Hanya Sebagai Saksi
- Bantu Sesama, Bridgestone Indonesia Donasikan 860 Kantong Darah ke PMI
- KemenPAN-RB Ingatkan Instansi Tenggat Waktu Laporan Kinerja Sudah Mepet
- Kunjungi Markas Yonkav 8 Kostrad, Mentrans Iftitah: Ini Adalah Rumah Bagi Saya
- Prabowo: Pertama Kali Dalam Sejarah Republik, Kami Turunkan Biaya Naik Haji
- Bantah Isu Penamparan Karyawan, Mendiktisaintek: Kami Sedang Bersih-Bersih