Islamofobia
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Soeharto menunjukkan ekspresi keislaman dengan berangkat haji dan menciptakan peraturan dan lembaga-lembaga keislaman seperti Bank Muamalah.
Pemerintah otoriter selalu menciptakan ‘’hantu’’ yang dijadikan sebagai musuh bersama, sekaligus menjadi justifikasi untuk melanggengkan kekuasaan.
Soeharto memainkan hantu komunisme untuk mendapatkan legitimasi dari kalangan Islam.
Setelah itu Soeharto ganti menjadikan Islam sebagai hantu dan memburunya untuk kepentingan konsolidasi kekuasaan.
Diktator Filipina Ferdinand Marcos juga mamainkan isu hantu komunis untuk melanggengkan kekuasaannya.
Pemberontakan perwira yang dianggap berafiliasi dengan komunis, seperti Kolonel Gringo Honasan, dijadikan dalih untuk menerapkan kondisi darurat.
Marcos, sebagaimana Soeharto, akhirnya jatuh oleh people power Revolusi EDSA, 1986.
Di negara biang demokrasi seperti Amerika pun pernah muncul histeria nasional untuk membuat rakyat takut terhadap kekuatan tertentu.
Mahfud MD menegaskan bahwa Islamofobia, atau ketakutan terhadap Islam, tidak ada di Indonesia.
- Pakar Politik Menyamakan Jokowi dengan Pembunuh Berdarah Dingin, Ini Sebabnya
- Jokowi Aktif Mendukung Paslon Tertentu, Al Araf: Secara Etika Itu Memalukan
- Al Araf Nilai Jokowi Memalukan Turun Kampanye di Pilkada 2024
- Pengamat Heran PDIP Protes Mega Ada di Stiker 'Mau Dipimpin Siapa?'
- Hasto PDIP Nilai Prabowo Sosok Kesatria, Lalu Menyindir Jokowi
- Prabowo Seorang Kesatria, Harus Tegas Hadapi Cawe-Cawe Jokowi di Pilkada