Islamofobia
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Dia melambai-lambaikan selembar kertas ketika berbicara, dan menyebut daftar itu ada di tangannya.
Data itu tidak pernah ada, tetapi histeria sudah telanjur terjadi.
Ketakutan terhadap hantu komunisme yang tidak berdasarkan data riil itu disebut sebagai McCarthy-isme, karena banyak ditiru oleh politisi lain tanpa verifikasi.
Kasus ini mirip dengan yang terjadi di Indonesia, ketika sejumlah politisi menyebut adanya big data yang berisi daftar ratusan juta orang yang menghendaki Joko Widodo diperpanjang masa jabatannya.
Data itu tidak pernah dibuka dan tidak pernah diverifikasi, tetapi wacana tiga periode terus menggelinding.
Jokowi ialah presiden populis yang mendapat dukungan dari banyak rakyat Indonesia.
Populisme itu cenderung dipakai untuk melegitimasi tindakan yang tidak demokratis.
Pengamat politik Australia, Marcus Mietzner bahkan menyamakan populisme Jokowi dengan populisme Donald Trump, Jair Bolsonaro, Victor Orban, Tayyep Erdogan.
Mahfud MD menegaskan bahwa Islamofobia, atau ketakutan terhadap Islam, tidak ada di Indonesia.
- Pakar Politik Menyamakan Jokowi dengan Pembunuh Berdarah Dingin, Ini Sebabnya
- Jokowi Aktif Mendukung Paslon Tertentu, Al Araf: Secara Etika Itu Memalukan
- Al Araf Nilai Jokowi Memalukan Turun Kampanye di Pilkada 2024
- Pengamat Heran PDIP Protes Mega Ada di Stiker 'Mau Dipimpin Siapa?'
- Hasto PDIP Nilai Prabowo Sosok Kesatria, Lalu Menyindir Jokowi
- Prabowo Seorang Kesatria, Harus Tegas Hadapi Cawe-Cawe Jokowi di Pilkada