Istilah Lobi di DPR Bukan Hal Asing
jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Eva Kusuma Sundari mengaku pernah mendengar adanya praktik dugaan suap saat seleksi Hakim Agung, namun dia menyebut perbuatan itu hanya ulah oknum wakil rakyat di Senayan.
"Tapi itu hanya manuver pribadi, tidak sampai lembaga, karena lobi kami itu atas nama fraksi, itu tidak didorong karena duit," kata Eva kepada wartawan di DPR, Senin (23/9).
Menurut Eva, praktik suap selalu melibatkan dua pihak yaitu pihak pemberi dan penerima suap. Namun hal itu terjadi tidak hanya dilingkungan DPR saja. Kendati demikian, Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan itu mengaku belum pernah menerima suap dari calon Hakim Agung.
Dia juga mengatakan istilah lobi-lobi di DPR bukan hal yang asing. Bahkan dia sering mendorong adanya sosok perempuan muncul di setiap seleksi Hakim Agung. Tapi hal itu dipastikannya bersih dari praktik suap.
Selain berbasis gender, proses lobi di DPR juga kerap dilatarbelakangi aliran, misalnya dari alumnus Universitas Islam Indonesia (UII) melobi alumnus lainnya yang duduk di Parlemen, agar kandidatnya menang.
"Unpad (Universitas Padjajaran) juga. Ormas HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) nitip (kandidat untuk dimenangkan) ke GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia). Itu biasa dan tidak pakai duit," bebernya.
"Kalau ada insiden seorang hakim memberikan duit, itu personal, hakim bodoh. Kan kalau nitip orang, tapi performance jelek pas fit and propertest di drop (dieliminasi)," timpal Eva.(Fat/jpnn)
JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Eva Kusuma Sundari mengaku pernah mendengar adanya praktik dugaan suap saat seleksi Hakim Agung, namun dia menyebut
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Nilai IKIP Kaltim Meningkat, Masuk Tiga Besar Nasional
- Yorrys Raweyai: DPD Akan Mengawal Proses Pembangunan PIK 2 Tangerang
- BPMK Lanny Jaya Diduga Potong Dana Rp 100 juta dari 354 Kampung
- Kipin Meraih Penghargaan Utama di Temasek Foundation Education Challenge
- Sri Mulyani: Setiap Guru adalah Pahlawan yang Berkontribusi Besar bagi Kemajuan Indonesia
- Kerugian Negara Hanya Bisa Diperiksa BPK, Ahli: Menjerat Swasta di Kasus PT Timah Terlalu Dipaksakan