Isu Gender Sampai Caleg yang Gagap
Rabu, 28 Januari 2009 – 09:33 WIB
Kasus ini memang berada di area abu-abu, antara domain politik dan hukum. Dua-duanya saling mendesak ingin dicatat dan dapat tempat, walau kadang dilupakan bahwa konflik itu akan muncul justru dari mereka yang ironisnya “serumah politik” pula. Konflik itu, jika terjadi bagai “memecahkan rumah” dan keluar ke medan pertempuran, siapa lu siapa gua yang zero sum game dan win and lose solution.
Tragis. Paradoks. Ironis. Fungsi “rumah” alias partai sebagai wadah bagi mereka yang sepayung, setujuan, seperasaan dalam suka dan duka, telah kehilangan makna.
Mungkinkah soal ini dikembalikan kepada kewenangan partai, sementara putusan MK tak mungkin dicabut lagi? Jika pun diserahkan kepada otoritas partai, tetap saja mempertimbangkan putusan MK tersebut, bahwa suara terbanyaklah sebagai satu-satunya “tiket” menuju kursi wakil rakyat. Sebab jika tidak, maka mereka akan mengadu ke MK, dan MK pasti konsisten dengan putusannya.
Keterwakilan vs Gagasan