Isu Korupsi Bikin Perempuan Enggan jadi Politisi
Senin, 18 Maret 2013 – 23:50 WIB

Isu Korupsi Bikin Perempuan Enggan jadi Politisi
JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Melani Suharli Leimena mengatakan, citra negatif yang saat ini disandang oleh DPR merupakan salah satu kendala psikologis bagi kaum perempuan untuk terjun ke politik. Karenanya, hal itu ikut menghalangi kaum perempuan untuk ikut berlaga dalam pemilu agar terpilih menjadi wakil rakyat.
"Perilaku korup yang dilakukan sebagian kecil anggota DPR menjadi kendala psikologis kaum perempuan untuk jadi anggota DPR," kata Melani Suharli Leimena, saat Dialog Empat Pilar, bertema "Penguatan Peran Politik Perempuan, di Perpustakaan MPR, gedung Nusantara IV, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (18/3).
Baca Juga:
Proteksi undang-undang yang memberikan keharusan 30 persen keterwakilan perempuan di setiap daftar caleg hingga ke DPR, menurut politisi Partai Demokrat itu, ternyata belum cukup memikat perempuan untuk terjun ke dunia politik. "Undang-Undangnya menegaskan pada setiap 3 calon anggota DPR yang diajukan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus ada 1 calon anggota legislatif dari unsur perempuan. Kalau hal itu tidak ada, KPU berhak menolak daftar caleg tersebut," ungkap Melani.
Ketentuan tersebut, sambung Melani, belum menjamin atau setidaknya mendorong perempuan untuk terjun ke dunia politik. Sebab, masalahnya bukan di konstitusi tapi lebih kepada citra negatif DPR sendiri.
JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Melani Suharli Leimena mengatakan, citra negatif yang saat ini disandang oleh DPR merupakan
BERITA TERKAIT
- Soal Pencopotan Wapres Gibran bin Jokowi, Pimpinan MPR Singgung Keputusan KPU
- Purnawirawan TNI Usul Copot Wapres RI, Legislator: Harus Ditanggapi Serius Prabowo
- Para Purnawirawan Minta Wapres Diberhentikan, Tokoh Muda Bersuara Bela Gibran
- Arief Poyuono: Harus Ada Alasan Kuat untuk Menggulingkan Gibran
- Inas Zubir Bicara Krisis dan Peluang Masa Depan Hanura di Tengah Keterpurukan
- Ormas Kebablasan Bukan Diselesaikan dengan Revisi UU, tetapi Penegakan Hukum