Iwak Peyek pun Tidak Menolong Tebu
Senin, 14 Mei 2012 – 01:10 WIB
Cara terbaik untuk mengurangi dampak uret itu, menurut pengalaman para petani yang sudah puluhan tahun bergaul dengan uret, hanyalah: kejar-kejaran waktu. Saat uret belum jadi semacam kepompong, tebu sudah harus ditanam. Ini agar tebu bisa dipanen saat kepompong itu bermetamorfosis menjadi uret. Itu berarti bulan Juni (bulan depan) petani sudah harus kembali menanam tebu.
Dalam proses metamorfosis, kepompong itu akan jadi binatang terbang semacam kwangwung dan menetaskan telur pada bulan tertentu. Saat itu nanti tebu mulai tinggi. Sebaiknya tebu sudah matang untuk ditebang pada awal Mei, menjelang uret gencar-gencarnya menyerang. Itu menurut ilmu para petani berdasar pengalaman mereka yang puluhan tahun. Entahlah, cara ilmiahnya seperti apa.
Memang uret tersebut hanya menyerang tebu di kawasan tertentu. Yakni, di daerah yang tanahnya agak berpasir. Petani menyebut jenis tanah ini dengan istilah "tanah ngompol". Tanah yang biarpun di musim kemarau yang kering masih menyimpan air di dalamnya. Tingkat kebasahan itulah yang membuat kelembaban di dalam tanah sangat ideal untuk berkembang biaknya uret.
Dalam kasus seperti ini pabrik gula memang tidak boleh egois. Tebangan tahap pertama memang harus memprioritaskan tebu dari kawasan rawan seperti ini. Ini persoalan khas Madu Kismo. Saya belum mendengar pabrik gula yang lain mengalami problem yang sama.
SAYA tertegun ketika berkunjung ke Pabrik Gula Madu Kismo, Jogjakarta, Minggu pagi kemarin. Terutama ketika melihat ada crane baru di situ. "Baru
BERITA TERKAIT