Jabodetabek Dilanda Krisis Tahu-Tempe

Perajin Kedelai Stop Produksi Sampai Jumat

Jabodetabek Dilanda Krisis Tahu-Tempe
MOGOK PRODUKSI TEMPE : Bapak Tasmadi, seorang pembuat tempe, sedang memperlihatkan hasil olahan tempenya yang sudah jadi di Daerah Kampung Rawa Ps. Gembrong, Jakarta Pusat, Selasa (24/07). Dia mengaku semua pembuat/pabrik tempe se-Jabotabek sepakat untuk tidak dulu memproduksi tempe karena bahan kedelai mahal dan kemungkinan mulai besok tempe sudah tidak ada di pasar selama beberapa hari. FOTO : KHAIRIZAL ANWAR / RAKYAT MERDEKA
Ia mengaku telah mendatangi dan menyampaikan masalah kenaikan harga kedelai yang begitu signifikan kepada pemerintah. Pihaknya juga sudah mengusulkan agar pemerintah mencari jalan keluar atas permasalahan yang menghimpit para perajin tahu dan tempe. “Sebenarnya kita sudah usulkan ke pemerintah berkali-kali. Tetapi tidak ada upaya dari pemerintah untuk memengatasi permasalahan ini,” kesalnya.

Kenaikan harga kedelai tersebut juga telah membuat para perajin galau. Mereka bingung karena tidak bisa secara langsung menaikan harga jual tempe atau tahu. Pasalnya, kenaikan itu terjadi tiap hari.

“Karena setiap hari naik. Jadinya perajin tahu tempe tidak punya keuntungan. Karena tidak bisa tiap hari berubah harga. Selama dua minggu ruginya para perajin itu ya tidak untung,” jelasnya.

Saat ini kebutuhan nasional untuk kedelai tercatat sebanyak 2,4 juta ton/tahun. Dan produksi nasional untuk kedelai sendiri hanya 600.000 ton/ tahun. Terdapat kekurangan, dan selama ini kekurangan tersebut ditutupi dengan impor, yang mencapai 1,8 juta ton/tahun. Terkait hal itu, Sutaryo mengatakan, dari total kebutuhan kedelai itu, kebutuhan untuk produksi tahu dan tempe rata-rata mencapai 80 persen. Sedangkan sisanya untuk kebutuhan lainnya.

BOGOR- Jika masyarakat Eropa tengah merasakan krisis ekonomi, masyarakat di Indonesia justru sedang merasakan krisis tahu-tempe. Ya, belakangan ini,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News