Jadi Korban Badai Topan, Warga Darwin Ini Alami Trauma 40 Tahun
Pada malam Natal 1974, Stephanie berusia 18 tahun dan seorang "gadis pesta yang normal" serta memiliki hubungan yang sangat dekat dengan sang adik, Geraldine.
"Seseorang mengatakan ada topan datang dan Geraldine berkata, ‘aku tak takut, kakak akan menjagaku'. Kata-kata itu telah menghantui hidup saya sejak badai topan berlalu," ratapnya.
Stephanie menyangkal alami Topan Tracy
Pada Hari Natal, kota tempat tinggal Stephanie hancur dan bangunan yang masih berdiri menjadi stasiun bantuan, asrama, dapur dan kamar mayat sementara.
"Saya berjalan melewati seorang dokter dan ia meraih saya serta meminta saya untuk membantunya. Saya pikir, saya hanya melakukan apa yang diminta, tapi kemudian saya terkena asma lalu ia memberi saya Ventolin,” tutur Stephanie.
Ia lantas menemukan cara lebih mudah untuk mengatasi hal itu, yakni dengan bekerja.
Sementara itu, para perempuan dan anak-anak sedang dievakuasi. Ia menolak hingga Februari ketika pihak berwajib akhirnya memaksanya pergi.
"Setiap kali mereka coba untuk menempatkan saya di pesawat, saya langsung pergi ke tempat lain," katanya.
Trauma dan stres, itulah yang dialami Stephanie Brown setelah badai 'Topan Tracy' menerjang kota tempat tinggalnya, dan kemudian merenggut
- Inilah Sejumlah Kekhawatiran Para Ibu Asal Indonesia Soal Penggunaan Media Sosial di Australia
- Dunia Hari ini: Trump Bertemu Biden untuk Mempersiapkan Transisi Kekuasaan
- Dunia Hari Ini: Penerbangan dari Australia Dibatalkan Akibat Awan Panas Lewotobi
- Dunia Hari Ini: Tabrakan Beruntun Belasan Mobil di Tol Cipularang Menewaskan Satu Jiwa
- Korban Kecelakaan WHV di Australia Diketahui Sebagai Penopang Ekonomi Keluarga di Indonesia
- Trump Menang, Urusan Imigrasi jadi Kekhawatiran Warga Indonesia di Amerika Serikat