Jadi Kuli Bangunan dan Buka Warung Kecil-kecilan

Jadi Kuli Bangunan dan Buka Warung Kecil-kecilan
DEMI ANAK-ISTRI: Irwin Ramadhana yang kini berseragam sekuriti Bank Sumut setelah tak memperkuat PSMS Medan. Foto: MUHAMMAD AMJAD/JAWA POS

Selain berjualan baju, untuk menambah penghasilan, Ardhana sesekali tetap bermain bola. Tapi, kali ini dia turun bukan di kompetisi profesional, melainkan di turnamen antarkampung (tarkam). Penjaga gawang nomor dua di PSMS itu sudah dua kali ikut tampil di tarkam Tanjung Pinang.

Setiap bermain, Ardhana bisa mendapatkan honor Rp 700 ribu sampai Rp 1 juta. Bila dalam satu tarkam, total honor yang didapatkan sekitar Rp 3 juta. Penghasilan tambahan itu sebagian digunakan untuk kebutuhan keluarga, sebagian lainnya untuk membayar utang saat menghadapi masa-masa sulit.

"Sebenarnya saya malu kepada keluarga. Tapi, kalau tidak jualan baju, tidak main di tarkam, dari mana untuk makan anak-istri?" ucapnya.

Lain Ardhana, lain pula M. Irfan. Gelandang muda PSMS tersebut harus merasakan pahitnya hidup di awal-awal menapak karir menjadi pemain profesional. Belum lama kontrak diteken, dia harus rela gajinya tak dibayarkan.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Irfan terpaksa harus bekerja apa saja, termasuk menjadi kuli bangunan di Rantau Prapat, sekitar rumahnya. Pekerjaan kasar itu dia lakoni selama Ramadan lalu. Demi mendapatkan upah Rp 40"50 ribu per hari, dia rela bekerja berpanas-panas selama sepuluh jam setiap hari.

"Saya malu kalau menganggur. Mau bilang pemain bola, bangganya di mana, wong tidak punya apa-apa. Terpaksa saya jadi kuli bangunan agar tidak diam saja. Saya juga butuh uang untuk Lebaran waktu itu," ungkapnya.

Irfan mengaku awalnya ragu untuk menerima pekerjaan tersebut. Tapi, peraih perak PON Riau 2012 bersama tim Sumut itu akhirnya memutuskan untuk menahan malu. Bagi dia, jika bergantung pada status pemain PSMS, bisa-bisa dirinya tidak dapat memenuhi kebutuhannya dan harus bergantung kepada orang tua.
 
Kini Irfan bisa sedikit lega. Sejak seminggu yang lalu dia mendapatkan klub baru. Pemain 22 tahun itu diambil klub amatir Divisi I Bintang Jaya Asahan untuk putaran II Divisi I. "Ya, sedikit lega bisa main lagi meski di amatir," ujarnya.

Nasib miris juga dialami Herman Batak, penjaga gawang PSMS yang masih aktif. Dia terpaksa membuka warung yang menjual minuman, rokok, serta makanan kecil di sekitar lapangan latihan PSMS. Selain membantu istrinya, Herman menyambi kerja serabutan.
 
Memperkuat tim Ayam Kinantan sejatinya menjadi cita-cita pemain bola di Sumut. Tak terkecuali pemain-pemain yang rela bertahan meski gajinya tak terbayar. Hal itu semata-mata dilakukan karena mereka tak ingin PSMS terdegradasi lantaran tak bertanding." Sebab, regulasi kompetisi menegaskan, jika klub tak bertanding (WO) berturut-turut, sanksinya bisa degradasi di musim berikutnya.

KARENA berbulan-bulan gaji tak dibayar, para pemain PSMS Medan hidup merana. Ada yang terpaksa beralih profesi sebagai kuli bangunan, jaga warung,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News