Jadi Standar Produk Heinz, Gratiskan Royalti buat Jatim
Kamis, 14 Maret 2013 – 08:15 WIB
Di sela pertemuan, Tamara menceritakan, DIC adalah karya penting ayahnya yang lahir 57 tahun lalu di Tripoli, Lebanon. "Sebagai perantauan, ayah ingin meraih kemakmuran dengan sekolah setinggi-tingginya," ungkap Tamara.
Karena itu, setelah menamatkan pendidikan sarjana di Universit" Paris-Sud 11 pada 1976, Karim langsung melanjutkan ke program doktor. "Beliau dalam lima tahun menjadi doktor ilmu fisika dengan spesialisasi plasma temperatur rendah," jelasnya.
Ketekunan Karim berlanjut. Pada 1981, dia mengembangkan keahlian ke teknik kimia bidang termodinamika, sehingga diganjar gelar PhD dan associated professor.
Meski sudah lama tertarik, Tamara mengungkapkan, ayahnya baru serius mempelajari sistem DIC saat bergabung dengan Universit" de La Rochelle pada 1994. "Beliau memiliki banyak kesempatan menyempurnakan penemuannya karena memimpin LMTAI (Laboratory Mastering Technologies for Agro-Industries)," ceritanya.
ILMUWAN bukanlah sosok yang tinggal di menara gading. Dua ilmuwan Prancis, ayah dan anak, mewujudkan hal itu dengan menciptakan mesin pemroses buah
BERITA TERKAIT
- Kisah Jenderal Gondrong ke Iran demi Berantas Narkoba, Dijaga Ketat di Depan Kamar Hotel
- Petani Muda Al Fansuri Menuangkan Keresahan Melalui Buku Berjudul Agrikultur Progresif
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis