Jagung Bakar
Oleh: Dahlan Iskan
Senja hari saya ke supermarket. Beli tomat ceri dan timun kecil-kecil. Untuk makan malam. Tomatnya dua gelas. Timunnya satu bungkus: isi 18 biji. Habis 60 riyal –sekitar Rp 260 ribu. Organik. Juga produk lokal.
Sambil jalan pulang ke hotel saya beli jagung bakar. Di pinggir taman. Satu biji 5 riyal.
"Beli 10 riyal saya beri tiga," katanya. Tiga jagung bakar Rp 40 ribu. Itu jagung produksi Qassim. Jagung manis.
Penduduk Buraydah lebih setengah juta: kota besar untuk ukuran Arab.
Tidak aneh: di dalam kota tidak terlihat pohon. Gersang. Apalagi, semua bangunannya warna krem. Mata yang terbiasa menatap warna hijau tiba-tiba harus sering berkedip: sampai harus beli kacamata hitam.
Habis makan malam saya berolahraga. Satu jam. Mandi. Tidur. Ini kota besar. Besok pasti ada kendaraan menuju Riyadh. Pasti ada terminal bus.
Saya juga sudah tahu: ada juga kereta dari Buraydah ke Riyadh. Hanya jadwalnya belum tahu. Gampang. Besok saja. Tidur dulu.
Sambil membawa mimpi indah: di TV Buraydah Liverpool baru saja menang dramatik. Entah di TV Anda.(*)
TERNYATA dari sini: segala macam buah, sayur, dan kurma Arab Saudi. Dari Buraydah. Dulu saya suka heran membaca berita: Arab produksi sayur-mayur. Rupanya.
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi