Jahat Enak
Oleh: Dahlan Iskan
Birokrasi berikutnya: teko kaca berisi air ia taruh di atas kompor mini. Kompor itu berbahan bakar butane. Hanya perlu dua menit untuk membuat air itu hampir mendidih: 95 derajat Celsius.
Agar bisa persis ''95'' Nasrullah memasukkan tongkat kaca kecil di dalam teko. Itulah termometer. Kecil tapi panjang. Melebihi lubang atas teko. Angka capaian panasnya bisa dibaca di situ.
Masih banyak birokrasi lanjutannya. Ruwet. Jumlah air itu pun diukur persis. Satu gram kopi hanya boleh 15 gram air. Berarti teko tadi berisi air 15 x 15 gram.
Nasrullah bekerja di perusahaan pengeboran minyak lepas pantai. Untuk ke tempat kerjanya ia harus naik speedboat tiga jam. Ke tengah laut. Di selat Makassar. Berangkatnya dari pantai Senipah, dekat Balikpapan. Karena itu setiap tiga bulan ia mendapat libur tiga minggu.
Untuk apa ia membawa shower kecil yang berlubang banyak itu?
Ia tidak mau air dari teko dikucurkan begitu saja ke bubuk kopi. "Tekanan airnya tidak akan bisa merata menimpa bubuk. Bagian tertentu di bubuk itu mendapat tekanan lebih. Bagian lain kurang tekanan," katanya. Dengan air panas dilewatkan shower jatuhnya air merata.
Bubuk kopi dari dalam roster itu ia tuangkan ke kertas khusus –kertas penyaring. Kertas itu ia letakkan di atas corong. Corong itu ia letakkan di atas teko. Air 95 tadi ia kucurkan ke atas shower. Air dari shower inilah yang menetes rata ke seluruh permukaan bubuk kopi yang di atas teko.
Jadilah kopi yang siap diminum.