Jakob Oetama
Oleh Dahlan Iskan
Kenyataan adalah bukti yang paling tidak bisa diabaikan.
Kenyataannya: Kompas-lah yang paling hebat. Paling besar. Paling kaya. Kaya-raya.
Harian Kami, milik ayah Nadiem Makarim itu, tewas diberedel. Harian Nusantara, milik TD Hafaz, juga diberedel.
Harian Indonesia Raya-nya Mochtar Lubis belakangan juga diberedel. Semua karena tidak mau tunduk pada kemauan penguasa.
Harian Kompas memang juga pernah diberedel. Namun sangat sebentar –mungkin seminggu saja.
Koran saya dulu malah tidak pernah diberedel. Saya ikut gaya Pak Jakob yang sesekali harus mengalah –untuk menang. Lebih baik tetap bisa menyindir bertahun-tahun daripada sekali membentak lalu mati.
Waktu itu, perdebatan mana yang lebih baik –menyindir berlama-lama atau bisa membentak tapi hanya sekali– tidak pernah reda di kalangan wartawan saat itu.
Topik perdebatan itu lebih disederhanakan: pilih jalan Mochtar Lubis atau Jakob Oetama. Terutama dalam memilih strategi perjuangan menegakkan demokrasi.