Jakob Oetama
Oleh Dahlan Iskan
Pada akhirnya Kompas mendirikan stasiun TV juga. Tidak sukses. Lalu dikerjasamakan dengan Chairul Tanjung menjadi Trans 7.
Lalu kelihatannya menyesal: kok tidak punya TV lagi. Maka didirikan lagi Kompas TV. Yang seperti sekarang.
Mungkin juga Pak Jakob tidak menyesal bekerja sama dengan Chairul Tanjung. Stasiun TV-nya itu dari rugi bertahun-tahun menjadi laba. Dari ''menggerogoti'' keuangan Kompas menjadi ''sumber pendapatan''. Toh Kompas Gramedia masih memiliki sekitar separuh saham di TV 7.
Pak Jakob juga terasa telat ekspansi ke daerah-daerah. Itu juga karena tingginya kesantunan dan rasa tepa salira Pak Jakob: kalau Kompas ekspansi ke daerah-daerah akan terasa "yang besar 'memakan' yang kecil". Koran-koran daerah akan mati semua.
Pak Jakob tentu sering mendengar aspirasi koran-koran kecil di daerah seperti itu. Beliau adalah Ketua Umum Serikat Penerbit Suratkabar (SPS).
Setiap kali rapat SPS muncul keluh kesah penerbit koran kecil: kalah bersaing dengan koran besar. Yang jumlah halamannya begitu banyak dengan harga jual yang begitu murah.
Namun, akhirnya Kompas juga ekspansi ke seluruh Indonesia –setelah si Bonek dari Surabaya berlari kencang ke mana-mana.
Pak Jakob selalu ''menjewer'' saya dengan senyumnya dan pujiannya. "Ini lho anak muda yang hebat. Ekspansi ke mana-mana tanpa beban," katanya kepada teman-teman penerbit yang lagi kumpul.