Jakob Oetama

Oleh Dahlan Iskan

Jakob Oetama
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Berkata begitu beliau sambil tersenyum dengan ekspresi mulut yang –dalam bahasa Jawa disebut– ''mencep''.

Pak Jakob sebenarnya tidak mau jadi ketua umum SPS. Bukan agar tidak punya beban ekspansi, tetapi Pak Jakob memang bukan orang yang ambisius di bidang politik.

Bahkan sama sekali tidak berpolitik secara praktis. Tidak pula punya sedikit pun keinginan di jabatan publik.

Rasanya itu sikap yang benar. Daripada seperti yang dilakukan si Bonek yang sampai terperangkap jebakan politik.

Bahwa akhirnya Pak Jakob mau menjadi ketua umum, itu karena terpaksa. Kami semua mendaulat beliau. Kami semua merasa pak Jakob lah yang harus kami tuakan.

Sambil memaksa beliau, kami juga berdoa agar kali ini ketua umum SPS tidak meninggal dalam jabatan. Itu karena ketua-ketua umum sebelumnya selalu meninggal dunia sebelum mengakhiri masa jabatan mereka.

Dan itu juga karena seseorang bisa menjadi ketua umum SPS sampai berapa periode sekali pun. Toh tidak banyak yang mau. Apalagi orang seperti saya:  yang bekerja lebih baik dari berbicara.

Setelah beberapa periode, Pak Jakob benar-benar tidak mau lagi dipilih. Beliau merayu saya untuk menggantikan. Saya juga tidak mau.

Saya ikut gaya Pak Jakob yang sesekali harus mengalah –untuk menang. Lebih baik tetap bisa menyindir bertahun-tahun daripada sekali membentak lalu mati.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News