Jaksa Dilarang Bela KPU
Isi Protes Kubu Mega-Prabowo dan JK-Wiranto
Rabu, 05 Agustus 2009 – 07:17 WIB
JAKARTA - Status jaksa pengacara negara (JPN) sebagai kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam persidangan sengketa hasil pemilu presiden (pilpres) dipertanyakan. Dua tim hukum pasangan calon, Megawati-Prabowo Subianto dan Jusuf Kalla (JK)-Wiranto, meminta agar Mahkamah Konstitusi (MK) menolak persidangan apabila KPU tetap menggunakan JPN.
"Kami minta majelis menolak keberadaan JPN dalam persidangan hasil pilpres. Sebab, tidak ada alasan dalam undang-undang bahwa JPN dapat mewakili dalam sengketa pemilu," kata Arteria Dahlan, koordinator tim advokasi Mega-Prabowo, di persidangan sengketa hasil pilpres di gedung MK, Jakarta, Selasa (4/8).
Baca Juga:
Menurut dia, ada salah satu fakta hukum bahwa pasangan SBY-Boediono adalah incumbent. Sesuai undang-undang, Kejagung selaku penyedia JPN bertanggung jawab kepada presiden. Dia menganggap tidak tepat apabila KPU sebagai lembaga independen menggunakan JPN untuk membelanya. "Ini demi menjaga kredibilitas termohon (KPU, Red)," katanya.
Ketua Tim Advokasi JK-Wiranto, Chairuman Harahap, juga menyatakan keberatan jika JPN membela KPU. Sesuai undang-undang, ketentuan tersebut tidak mungkin. UU Kejaksaan mengatur bahwa JPN hanya bisa mewakili pemerintah atau negara dalam kasus perdata maupun tata usaha negara. "Hasil pemilu bukan merupakan objek tata usaha negara," kata Chairuman. Karena tidak sesuai objek, tidak mungkin posisi JPN bisa mewakili KPU dalam sengketa hasil.
JAKARTA - Status jaksa pengacara negara (JPN) sebagai kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam persidangan sengketa hasil pemilu presiden (pilpres)
BERITA TERKAIT
- Geram dengan KPK, Megawati: Siapa yang Memanggil Kamu Hasto?
- Setelah Sengketa Pilpres 2024, MK Bersiap Menyidangkan PHPU Pileg
- Apresiasi Putusan MK, AHY: Pimpinan Hadapi Tekanan dan Beban Luar Biasa
- MK Anggap Tidak Ada Keberpihakan Presiden terhadap Prabowo-Gibran
- KPU Bakal Umumkan Hasil Rekapitulasi Setelah Waktu Berbuka
- KPU Upayakan Rekapitulasi Nasional Rampung Sebelum 20 Maret